Tampilkan postingan dengan label Daerah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Daerah. Tampilkan semua postingan

Permasalahan-Permasalahan yang Muncul Setelah Pemberlakuan Otonomi Daerah

Selama hampir setengah abad, masyarakat di daerah merasa tidak mendapat perlakukan yang wajar dan adil. Bahkan selama tiga puluh tahun lebih masyarakat di daerah mengalami proses marjinalisasi dari panggung politik nasional. Hal itu terjadi sebagai akibat dari begitu kuatnya sentralisasi kekuasaan selama ini.

Sejak 1 Januari 2001, kita mulai mengimplementasikan kebijakan otonomi daerah yang tentu saja berbeda sama sekali dengan apa yang sudah dipraktekkan selama 25 tahun melalui UU nomer 5 tahun 1974. Selama itu pula, sentralisasi kekuasaan dan pola hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah diatur melalui asas “Dekonsentrasi”. Atas nama menjaga persatuan dan kesatuan, daerah tidak dilibatkan secara penuh dan lebih banyak menerima kebijakan yang diturunkan dari pusat serta tidak diberi peluang untuk mengambil inisiatif jika sekiranya akan merugikan kepentingan pusat, termasuk didalamnya yang terkait dengan rekrutmen politik dan birokrasi pada tingkat lokal.
Dan setelah pemberlakuan otonomi daerah yang mendadak mengakibatkan timbulnya berbagai permasalahan, antara lain:
  1. Dengan pemberlakuan otonomi daerah yang mendadak mengejutkan pihak-pihak daerah yang tidak memiliki sumber daya manusia kualitatif.
Terjadilah artikulasi otonomi daerah kepada aspek-aspek finansial tanpa pemahaman substatife yang cukup terhadap hakekat otonomi itu sendiri.
  1. Bangkitnya egiosemtrisme ditiap daerah.
  2. Karena keberhasilan ekonomi lebih dilandaskan pada aspek-aspek finansial (tercermin dalam PAD. APBD, dan lain-lain) pemerintah daerah
  3. bisa melupakan visi dan misi otonomi yang seharusnya untuk kedaulatan dan kesejahteraan rakyat.
  4. Resiko KKN.
  5. Orientasi Pemda pada cash inflow, bukan pendapatan. Orientasi pada pemasukan kas dapat mendorong pemda untuk mengambil langkah apapun untuk menambal kekurangan APBD.
Lebih lengkap tentang OTONOMI DAERAH…


Terima kasih:- Produksi Tas Sidoarjo : Tas.Omasae.com

Ketimpangan yang Harus Dihadapi Pada Era Otonomi

Artikulasi otonomi daerah kepada aspek-aspek Finansial belaka tanpa pemahaman substantive yang cukup terhadap hakikat otonomi itu sendiri dapat menjadi boomerang baik bagi pusat maupun bagi daerah. Maka terdapat ketimpangan-ketimpangan atau titik rawan keberhasilan implementasi kebijakan otonomi
1. High Cost Economic dalam bentuk pungutan-pungutan yang membabi buta. Otonomi daerah dapat berubah sifat menjadi “Anarkisme Financial”
2. High Cost Economic dalam bentuk KKN
3. Orientasi Pemda pada Cash Inflow, bukan pendapatan
4. Pemda bisa menjadi “drakula” bagi anak-anak mereka sendiri yaitu BUMD-BUMD yang berada dibawah naungannya. Modusnya bisa jadi bukan melalui penjualan aset, melainkan melalui katebetje penguasa daerah yang sulit ditolak oleh jajaran pimpinan BUMD
5. Karena terfokus pada penerimaan dana Pemda bisa melupakan kriteria pembuktian berkelanjutan
6. Munculnya hambatan bagi mobilitas sumber daya
7. Potensi konflik antar daerah menyangkut pembagian hasil pungutan
8. Bangkitnya egosentrisme
9. Karena derajat keberhasilan otonomi lebih dilandaskan pada aspek-aspek finansial pemerintah daerah bisa melupakan misi dan visi otonomi sebenarnya.
10. Munculnya bentuk hubungan kolutif antara eksekutif dan legislatif di daerah.
Lebih lengkap tentang OTONOMI DAERAH…

Mendukung Stop Dreaming Start Action

Samudra Pasifik, Atlantik, Hindia, Arktik


Samudra Pasifik

Luas Samudra Pasifik mencapai ± 165.385.450 km² dengan kedalaman rata-rata 4.250 m. Jika dilihat di globe, luas samudra ini meliputi hampir separuh permukaan bumi. Samudra Pasifik terletak di antara tiga benua, yaitu Asia, Amerika, dan Australia.
Wilayahnya terbentang dari pantai Barat Amerika hingga pantai Timur Cina dan Australia dengan berbagai karakterstik berikut ini.
a. Samudra Pasifik merupakan samudra terluas di dunia.
b. Di Samudra Pasifik terdapat titik terendah di muka bumi, yaitu Palung Mariana (kedalaman 11.022 m) terdapat di Filipina.
c. Samudra Pasifik memiliki banyak palung, yaitu Palung Tonga (10.882 m), Palung Kuril (10.542 m), Palung Filipina (10.497 m), Palung Kermatec (10.047 m), Palung Tzu Bonin (9.810 m), Palung New Hebrides (9.165 m), Palung South Solomon (9.140 m), Palung Jepang (8.412 m), Palung Peru-Cile (8.066 m), Palung Akution (7.822 m), dan Palung Amerika Tengah (6.662 m).
d. Di Samudra Pasifik banyak terdapat gunung api aktif, sehingga sering terjadi gempa.
e. Samudra Pasifik merupakan tempat pertemuan antara garis bujur Barat dan bujur Timur (180°) sebagai batas penanggalan internasional.
f. Di Samudra Pasifik banyak terdapat negara kepulauan (kawasan Oceania).
g. Di Samudra Pasifik banyak terjadi gejala alam El Nino dan La Nina, terutama di perairan yang dilintasi garis katulistiwa.
h. Di Samudra Pasifik terdapat pertemuan arus panas Kurosyiwo dan arus dingin Oyasyiwo di Laut Bearing (Pasifik Utara) yang menimbulkan arus hangat dan merupakan kawasan tangkapan ikan yang sangat baik.

Samudra Atlantik

Luas Samudra Atlantik mencapai ± 82.217.000 km² dengan kedalaman rata-rata 3.350 m. Samudra ini terletak di antara Benua Eropa, Afrika, dan Amerika, sehingga berperan sebagai jalur lalu lintas penghubung antara dunia lama dengan dunia baru dengan karakteristik berikut ini.
a. Samudra Atlantik terletak di daerah bujur Barat.
b. Samudra Atlantik memiliki kawasan yang diyakini sebagai pusat medan magnet bumi, yaitu di kawasan Segitiga Bermuda di Perairan Karibia (Amerika Tengah).
c. Di Samudra Atlantik terdapat deretan punggung laut terpanjang di dunia, memanjang dari Utara (Samudra Arktik) ke Selatan sepanjang Samudra Atlantik dan ke Timur menuju Samudra Hindia.
d. Di Samudra Atlantik terdapat pertemuan arus dingin dari Perairan Greenland dan arus panas dari Teluk Meksiko di Perairan Labrador.
e. Di Samudra Atlantik terdapat beberapa palung laut, seperti Palung Puerto Rico (9.220 m), Palung South Sandwich (8.264 m), Palung Romance (7.856 m), dan Palung Caynon (7.500 m).

Samudra Hindia

Luas Samudra Hindia mencapai ± 73.481.000 km² dengan kedalaman rata-rata 3.850 m. Samudra ini terletak di sebelah Selatan Benua Asia, sebelah Barat Australia, sebelah Timur dan Selatan Afrika, serta berbatasan dengan Kutub Selatan. Berikut ini karakteristik Samudra Hindia.
a. Sebagian besar wilayahnya berada di belahan bumi Selatan.
b. Satu-satunya samudra yang seluruh wilayahnya berada di belahan bumi Timur.
c. Wilayah perairannya berfungsi sebagai penyedia air hujan bagi gejala alam angin monsun untuk sebagian wilayah Asia dan Australia.
d. Samudra Hindia memiliki arus yang relatif tenang dan jarang terjadi badai.
e. Samudra Hindia memiliki beberapa palung laut, seperti Palung Jawa (7.450 m), Palung Weber (7.440 m), dan Palung Diamantina (7.102 m).

Samudra Arktik

Luas Samudra Arktik mencapai ±14.056.000 km² dengan kedalaman rata-rata 5.400 m. Samudra ini terletak di kawasan Kutub Utara yang dikelilingi oleh daratan-daratan luas, seperti Greenland (Kanada), Alaska (Amerika), Rusia (Asia dan Eropa), dan kawasan Skandinavia (Eropa). Berikut ini karakteristik Samudra Arktik.
a. Samudra Arktik merupakan samudra tersempit di dunia.
b. Samudra Arktik merupakan satu-satunya samudra yang terletak di kawasan kutub yang tidak dilalui garis khatulistiwa.
c. Samudra Arktik mempunyai suhu perairan dan udara terdingin.
d. Sebagian besar wilayah perairannya tertutup oleh es dan banyak dijumpai bongkahan atau gunung es yang mengapung.

Hukum administrasi negara - OTONOMI DAERAH

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan suatu negara yang sangat strategis dalam lalu lintas ekonomi dunia. Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki wilayah yang luas dan penduduknya yang lumayan besar 13.677 pulau bukanlah suatu daerah yang ringan untuk ditangani ditambah lagi macam ragam budaya yang beraneka. Oleh karena itu perlu kiranya suatu sistem pengorganisasian yang sistematik dalam pengaturan wilayah-wilayah dalam ruang lingkup negara kesatuan Republik Indonesia .
Hukum administrasi negara merupakan hukum secara khusus mengenai seluk beluk daripada administrasi negara. Untuk sebagian hukum administrasi negara merupakan pembatasan terhadap pembebasan pemerintah, jadi merupakan jaminan bagi mereka yang harus taat kepada pemerintah, akan tetapi untuk sebagian besar hukum administrasi mengandung arti pula bahwa mereka yang taat kepada pemerintah menjadi dibebani berbagai kewajiban tugas bagaimana dan sampai dimana batasnya dan berhubung itu berarti juga bahwa wewenang pemerintah menjadi luas dan tegas.
Sejalan dengan perkembangan zaman hukum administrasi negara yang berfungsi mengatur sarana bagi penguasa untuk mengatur dan mengendalikan masyarakat dan mengatur cara-cara partisipasi warga negara dalam proses pengaturan dan pengendalian administrasi negara tersebut tidak lagi dapat memenuhi keinginan rakyat dimana dalam administrasi negara eksekutiflah yang paling berperan dan bertanggungjawab dalam penyelenggaraan pemerintah administrasi negara. Dalam kehidupan kenegaraan peran pihak eksekutif dengan seluruh jenjang dan biro kratisasinya sangat-sangat besar, sedemikian besarnya sehingga ada kalanya administrasi negara diidentikkan dengan administrasi pemerintah negara.
Di era reformasi ini hukum administrasi negara diharapkan benar-benar dapat memenuhi keinginan rakyat. Menurut UUD 1945 sistem pemerintahan negara Republik Indonesia memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Dalam penyelenggaraan otonomi daerah disamping harus menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi dan peran serta masyarakat, potensi dan keanekaragaman daerah seyogyanya disertai pula dengan berpedoman pada asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Asas-asas umum pemerintahan yang baik itu meliputi:
  1. Asas kejujuran
  2. Asas kecermatan
  3. Asas kemurnian dalam tujuan
  4. Asas keseimbangan
  5. Asas kepastian hukum
Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam penyelenggaraan pemerintah kewenangan tersebut diberikan secara profesional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan-perimbangan keuangan pusat dan daerah sesuai dengan ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998.
Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah melalui penyediaan sumber-sumber pembiayaan berdasarkan desentralisasi, dekonsentralisasi dan tugas pembantuan, perlu diatur perimbangan keuangan yang diatur berdasarkan pembina tugas dan tanggung jawab yang jelas antar tingkat pemerintah. Sebelumnya memang ada undang-undang nomor 32 tahun 1956 tentang perimbangan keuangan antar negara dengan daerah-daerah yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Akan tetapi UU no. 32 tahun 1956 sudah tidak lagi sesuai dengan perkembangan dalam mendukung otonomi daerah yang telah berkembang pesat. Oleh karena itu dipandang perlu menetapkan undang-undang yang mengaturnya yang terwujud dalam UU no. 25 tahun 1999.

1.2. Perumusan Masalah
Terkait dengan pengelolaan program dan proyek pembangunan yang ada di daerah, maka prinsip-prinsip demokrasi mendorong peran serta masyarakat dan transparansi serta mengedepankan pemerataan dan keadilan dalam melaksanakan otonomi daerah menjadi sangat strategis. Artinya, peran masyarakat di daerah menjadi faktor utama di dalam proses pembangunan karena lebih banyak berfungsi sebagai “subyek” ketimbang sebagai “obyek”.
Banyak program dan proyek yang ada di daerah dengan biaya yang sangat besar dirumuskan, dilaksanakan, dan diawasi oleh pusat sedangkan daerah hanya sekedar dilihat sebagai tempat (lokasi) dari proyek tersebut sehingga daerah tidak diberi kesempatan untuk mengolah sendiri sumber daya yang ada di daerah tersebut.
Dengan otonomi daerah diharapkan dapat mendorong masyarakat daerah berperan aktif dalam pemanfaatan sumber daya yang ada serta pengontrol bagi pejabat daerah dalam mengatur proyek pembangunan daerah.
Godaan untuk melakukan sentralisasi dengan asumsi bahwa daerah mempunyai kemampuan yang terbatas sehingga pemusatan kekuasaan merupakan satu-satunya jalan pengamanan terbaik perlu segera dihindari. Apalagi jika pembangunan diartikan sekedar sebagai redistribusi kekuasaan dan sumber daya dan mengasumsikan bahwa hanya otoritas yang mempunyai landasan luaslah yang mampu melaksanakan perubahan dengan hasil baik.
Sehingga dapat kita rumuskan dari uraian diatas adalah: “sejauh mana kemampuan profesionalisme dan kuatnya ide-ide praktis dari pejabat daerah untuk mencapai administratif dan ekonomis dalam pelaksanaan otonomi daerah.
1.3. Kerangka Teori
Hal – hal yang akan kita bahas meliputi beberapa hal yaitu, meliputi:
  1. Kesiapan daerah dalam menghadapi era otonomi
  2. Ketimpangan yang harus dihadapi pada era otonomi
  3. Upaya pejabat daerah dalam menghadapi ketimpangan yang terjadi
  4. Kemampuan pejabat daerah dalam mengatur perimbangan keuangan daerah dengan keuangan pusat

PEMBAHASAN

2.1. Kesiapan Daerah dalam Menghadapi Era Otonomi
Sebelumnya otonomi daerah telah dipraktikkan sejak dekade 50-an. Namun pada waktu itu tujuan politis dari desentralisasi lebih diutamakan dibandingkan dengan tujuan administratif atau ekonomi misalnya. Hal ini disebabkan karena kebanyakan pejabat daerah pada waktu itu kurang mempunyai kemampuan (skill) untuk mencapai tujuan-tujuan administratif dan ekonomis dari keberadaan pemerintah tersebut. Jadi otonomi dimaksudkan oleh pusat sebagai strategi untuk mengikat daerah agar tidak menunjukkan resistensi untuk keluar dari negara kesatuan RI.
Wujud dari kesiapan daerah dalam menghadapi era otonomi adalah
1. Kemampuan dalam menggali PAD guna memenuhi kebutuhan sendiri.
2. Subsidi
Pengalaman empirik selama ini menunjukkan bahwa pihak daerah cenderung bermanja terhadap pihak pusat. Ini tampak dari besarnya peningkatan anggaran dari pusat yang dikucurkan bagi darah. Pada tahun 1969/1970 pusat mengalokasikan dana Rp 334 miliar bagi daerah. Sebelas tahun berikutnya jumlah itu meningkat menjadi Rp 11.634 miliar (1980/1981) atau naik rata-rata 38 persen per tahun.
Akan tetapi kenaikan bantuan dari pusat ternyata tidak diimbangi oleh kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap pengeluaran daerahnya. Oleh karena itu daerah harus siap dengan berbagai terobosan untuk mengatasi masalah penurunan PAD tentunya penggalian PAD harus dilakukan dalam para digma dan rasionalitas tertentu agar tidak justru menjadi kontraproduktif.
Kemampuan pusat untuk memberikan subsidi bagi daerah pun bukannya tak terbatas. Karena besaran subsidi daerah otonomi selalu berfluktuasi tergantung pada kemampuan anggaran pemerintah pusat. Ketika pemerintah mulai sulit mengucurkan subsidi untuk daerah otonomi, seharusnya dapat diantisipasi oleh daerah.

2.2. Ketimpangan yang Harus Dihadapi Pada Era Otonomi
Artikulasi otonomi daerah kepada aspek-aspek Finansial belaka tanpa pemahaman substantive yang cukup terhadap hakikat otonomi itu sendiri dapat menjadi boomerang baik bagi pusat maupun bagi daerah. Maka terdapat ketimpangan-ketimpangan atau titik rawan keberhasilan implementasi kebijakan otonomi
1. High Cost Economic dalam bentuk pungutan-pungutan yang membabi buta. Otonomi daerah dapat berubah sifat menjadi “Anarkisme Financial”
2. High Cost Economic dalam bentuk KKN
3. Orientasi Pemda pada Cash Inflow, bukan pendapatan
4. Pemda bisa menjadi “drakula” bagi anak-anak mereka sendiri yaitu BUMD-BUMD yang berada dibawah naungannya. Modusnya bisa jadi bukan melalui penjualan aset, melainkan melalui katebetje penguasa daerah yang sulit ditolak oleh jajaran pimpinan BUMD
5. Karena terfokus pada penerimaan dana Pemda bisa melupakan kriteria pembuktian berkelanjutan
6. Munculnya hambatan bagi mobilitas sumber daya
7. Potensi konflik antar daerah menyangkut pembagian hasil pungutan
8. Bangkitnya egosentrisme
9. Karena derajat keberhasilan otonomi lebih dilandaskan pada aspek-aspek finansial pemerintah daerah bisa melupakan misi dan visi otonomi sebenarnya.
10. Munculnya bentuk hubungan kolutif antara eksekutif dan legislatif di daerah.
2.3. Upaya Pejabat Daerah Dalam Mengatasi Ketimpangan yang Terjadi
Seperti halnya kita pernah menggebu-gebu menyongsong era globalisasi dan liberalisasi, otonomi daerah diterima daerah dengan antusiasme serupa. Diberbagai daerah, “daemam otonomi melanda”. Respon terhadap UU no. 22/1999 berikut petunjuk pelaksanaannya, akan tetapi ada perbedaan pendapat terhadap otonomi daerah. Pihak yang sumber dayanya melipah optimis terhadap adanya otonomi daerah yang minus sumber daya pesimis dengan diterapkannya kebijakan otonomi.
Dibalik antusiasme daerah, terdapat juga anggapan yang penuh kepercayaan diri bahwa daerah memiliki kemampuan yang tidak kalah dibandingkan pusat, tetapi fakta menunjukkan bahwa sebagian besar SDM berkualitas yang berasal dari daerah berada di pusat, sebab di pusat terdapat kebijakan yang dirancang dan diputuskan di pusat.
Dari hal-hal diatas muncul berbagai ketimpangan akibat otonomi di daerah. Oleh karena itu pejabat daerah harus memiliki kemampuan yang lebih untuk mengatasinya.
Adapun upaya yang harus dilakukan pejabat daerah yaitu
1. Pejabat harus dapat melakukan kebijakan tertentu sehingga SDM yang berada di pusat dapat terdistribusi ke daerah
2. Pejabat harus melakukan pemberdayaan politik warga masyarakat dilakukan melalui pendidikan politik dan keberadaan organisasi swadaya masyarakat, media massa dan lainnya.
3. Pejabat daerah harus bisa bertanggung jawab dan jujur
4. Adanya kerjasama antara pejabat dan masyarakat
5. Dan yang menjadi prioritas adalah pejabat daerah harus bisa memahami prinsip-prinsip otonomi daerah.
Adapun prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah adalah:
1. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah
2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab
3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota sedang pada daerah propinsi merupakan otonomi yang terbatas
4. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara
5. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih mengikatkan kemandirian daerah otonomi
6. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peran dan fungsi badan legislatif daerah
7. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukannya sebagai daerah administrasi
8. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dari pemerintah dan daerah ke desa disertai pembiayaan sarana dan prasarana serta SDM dengan kewajiban melaporkan dan bertanggung jawab kepada yang menugaskan
2.4. Kemampuan Pejabat Daerah Dalam mengatur Perimbangan Keuangan Daerah Dengan Pusat
Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab di daerah. Kewenangan tersebut secara profesional diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah.
Dalam pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah tersebut perlu memperhatikan kebutuhan pembiayaan bagi pelaksanaan kewenangan yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, antara lain pembiayaan bagi politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, pengelolaan moneter dan fiskal agama, serta kewajiban pengembalian pinjaman pemerintah pusat.[1]
Agar pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat terlaksana maka pemerintah daerah perlu memperhatikan sumber-sumber penerimaan daerah serta pengelolaan dan pengawasan keuangannya. Adapun sumber penerimaan daerah meliputi:
    1. Pendapatan asli daerah
    2. Dana pembangunan
    3. Pinjaman daerah
    4. Lain-lain penerimaan yang syah
Pendapatan asli daerah meliputi pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sedangkan dana perimbangan terdiri dari bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, penerimaan dari sumber daya alam, dana alokasi umum, dana alokasi khusus.
Adapun perimbangan ditetapkan sebagai berikut:
- Penerimaan negara dari pajak bumi dan bangunan dibagi imbang 10% untuk pemerintah pusat dan 90% untuk pemerintah daerah.
- Penerimaan negara dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dibagi dengan imbang 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk pemerintah daerah.
- 10% dari penerimaan PBB dan 20% dari penerimaan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan menjadi bagian dari pemerintah pusat dibagikan kepada seluruh kabupaten dan kota.
- Penerimaan negara dari pertambangan minyak bumi setelah dikurangi komponen pajak sesuai yang berlaku 85% untuk pemerintah pusat dan 15% untuk pemerintah daerah.
- Penerimaan gas alam 70% untuk pemerintah pusat dan 30% untuk pemerintah daerah.
Mengenai tentang pinjaman daerah terdapat ketentuan bahwa daerah tidak dapat melakukan pinjaman tanpa persetujuan dari DPRD serta tidak boleh melakukan pinjaman melampaui batas yang ditentukan dan daerah dilarang melakukan pinjaman.




PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Pemberian otonomi daerah dipandang perlu dalam menghadapi perkembangan baik yang terjadi di dalam negara maupun di luar negara.
2. pemberian subsidi yang tak terbatas dari pusat mengakibatkan daerah malas dan selalu bermanja kepada pusat sehingga terjadi penurunan pendapatan daerah.
3. artikulasi otonomi daerah kepada aspek-aspek finansial belaka tanpa pemahaman substantive yang cukup terhadap hakikat otonomi itu sendiri dapat menjadi boomerang baik bagi pusat maupun bagi daerah.
4. kebutuhan pembiayaan diperlukan bagi pelaksanaan kewenangan yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.
3.2. Saran-saran
Upaya yang didapat dilakukan pejabat daerah agar dapat membangun wilayah secara mandiri dapat dilakukan melalui beberapa alternatif optimalisasi aset dan sumber daya yaitu penggalian pendapatan asli daerah yang dapat di peroleh dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah, lain-lain penerimaan yang sah (Dana Darurat; penerimaan lainnya).
Pemerintah pusat seyogyanya secara ketat mewajibkan daerah untuk mensosialisasikan setiap peraturan di level daerah agar sebanyak mungkin diketahui oleh masyarakat. Peran serta masyarakat lebih diutamakan dalam format yang demokratis.
Peningkatan kinerja pejabat daerah berdasarkan asas profesional dan integritas yang tinggi serta diperlukannya reorientasi paradigma.


DAFTAR PUSTAKA
Indra Lesmana, “Ranjau-Ranjau Otonomi Daerah”, Pondok Edukasi, Solo, 2002.
Bachsan Mustafa, SH., “Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara”, Alumni, Bandung, 1985.
Philipus M. Hadzon, R. Sri Soemantri, Bagir Manan, “Pengantar Hukum Administrasi Indonesia”, Gajah Mada Universitas Press, Yogyakarta, 1995.


[1] Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan daerah adalah sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 25 tahun 1999. (Indra Lesmana, Ranjau-ranjau Otonomi daerah, Padat Edukasi 2003, hal 86).

ETNOGRAFI Kebudayaan Suku Bugis

HASIL DAN ANALISIS DATA

Diskripsi Penelitian
Dalam persiapan penelitian, penulis lakukan setelah selesai mengumpulkan data mengenai kebudayaan suku bangsa “Bugis-Makasar”.
Sesuai dengan kemampuan penulis dalam penyelesaian ini, maka penulis mengajukan judul “ETNOGRAFI Kebudayaan Suku Bugis”.


Sedangkan pertimbangan-pertimbangan penulis memilih judul tersebut.
kemampuan penulis
waktu yang tersedia
kemampuan biaya
buku-buku bacaan yang tersedia
hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan dalam menunjang keberhasilan kebudayaan daerah dan pendidikan.

Dalam penelitian ini sebelum penulis melaksanakan penelitian, maka yang dilakukan adalah:
Menyusun Outline
Penyusunan outline merupakan kegiatan awal penelitian sebelum penulis terjun ke perpustakaan. Pertama, penulis terlebih dahulu menentukan topik dan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian. Topik dan permasalahan yang akan dibahas tersebut dirumuskan dalam bentuk judul penelitian yang penulis ajukan adalah “ETNOGRAFI SUKU BUGIS – MAKASAR”. Seterusnya judul tersebut penulis konsultasikan dengan guru pembimbing.


Menentukan Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini pula menerapkan berbagai suku yang berada dari perpustakaan sehingga lokasi penelitian.
Untuk data penelitian ini, penulis mengajukan pada buku Antropologi. Data ini dikumpulkan untuk mengetahui perbandingan pada kebudayaan suku Bugis – Makasar.


Analisis Data Penelitian

Setelah data terkumpul, kemudian penulis menganalisis tersebut dengan tujuan inti atau membuktikan apakah hipotesis yang telah digunakan diterima atau tidak.
Untuk setiap sub pokok bahasan penulis memberikan berhasil tidaknya pencapaian titik disuatu sub bahasa. Hasil tes untuk setiap sub pokok bahasan penulis sertakan pada halaman lampiran.
Data untuk menguji hipotesis penulis mengacu pada buku “ANTROPOLOGI”.
Adapun penulis mengacu pada perbandingan suku kebudayaan bangsa BUGIS – MAKASAR di Sumatera Selatan. Pembuktian ini seluruhnya dapat kita lihat dari gambar-gambar dan data-data yang ada. Sedangkan untuk menguji hipotesis ini menggunakan metode kepustakaan.


Kesimpulan Analis Data

Dengan mengacu kepada perolehan data kiranya penulis dapat menyimpulkan bahwa hipotesis nol dalam penelitian ini tidak ada. Sedangkan untuk mengetahui besarnya perbandingan suku bangsa BUGIS – MAKASAR tersebut telah dicari melalui buku-buku ANTROPOLOGI.
Dengan demikian, penulis dapat menyimpulkan bahwa ada perbandingan kebudayaan suku bangsa BUGIS – MAKASAR dengan suku lainnya di Indonesia.
Dalam penelitian yang penulis lakukan ini hanya memfokuskan pada dta-data yang mengenal kebudayaan BUGIS – MAKASAR. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya waktu untuk mengadakan penelitian.


Daftar Pustaka

Prayoga Bestari, (2003), Antropologi untuk SMU kelas 3, Regina, Jawa Barat.
Noto Susanto, Nugroho DKK. Sejarah Nasional Indonesia Jilid I, Depdikbud.
Koentjaraningrat, Dr, Prof. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Djambatan, Jakarta.
Hidayah, Zulyani, Ensiklopedia Suku Bangsa Indonesia.
Hamid, Abu, Drs DKK. Pertumbuhan Pemukiman Masyarakat di Lingkungan Perairan Daerah Sulawesi Selatan.

ASAS-ASAS PEMERINTAHAN YANG BAIK

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karunia-Nya makalah mengenai ASAS-ASAS PEMERINTAHAN YANG BAIK ini dapat terselesaikan. Makalah ini membahas bagaimana penerapan asas-asas umum pemerintahan yang baik di dalam pelaksanaan OTONOMI DAERAH. Dalam makalah ini diberikan pula tentang latar belakang dan gagasan serta realisasi asas-asas umum pemerintahan yang baik yang terdapat di Indonesia.


Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas ini baik material maupun moril.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini belum dapat disajikan secara sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan masukan dan kritik yang konstruktif dari pembaca guna koreksi bagi penulis agar penulisan makalah selanjutnya bisa lebih baik.
Akhir kata penulis minta maaf apabila makalah ini banyak kekurangannya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.



DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Kerangka Teori
BAB II PEMBAHASAN
Kesiapan Daerah Dalam Menghadapi Era Otonomi
Ketimpangan yang Harus Dihadapi Pada Era Otonomi
Upaya Pejabat Daerah Dalam Menghadapi Ketimpangan
Yang Terjadi
Kemampuan Pejabat Dalam Mengatur Perimbangan Keuangan Daerah dan Pusat
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Saran-Saran

DAFTAR PUSTAKA

Wiremesh murah hubungi Afandi - 081233336118. - Ada juga besi beton murah.

Jasa Pembuatan Pagar, Kanopi (+Renovasi)
WA ke 081233336118