- Letak geografis dan bentuknya.
- Matahari (meliputi garis edar, cahaya, panas)
- Angin/udara (meliputi arah, kecepatan, kelembaban, temperatur)
- Curah hujan (meliputi kemiringan, lebat)
Dalam arsitektur, iklim merupakan tantangan yang harus diselesaikan, karena ia dapat menjadi potensi yang dapat menunjang kenikmatan dan kenyamanan yang tentu dapat kita manfaatkan dan kita gunakan semaksimal mungkin, ia juga dapat menjadi hambatan atau gangguan dalam menciptakan kenyamanan dan kenikmatan, yang tentu harus kita tanggulangi.
Sebelum kita merancang mungkin perlu kita mengkaji atau mempelajari rancangan lain yang telah jadi, yang telah dibuat oleh perancang atau arsitek pendahulu kita. Hal ini sangat baik untuk menambah pengetahuan dan pengalaman kita, serta sangat berguna sebagai bahan pertimbangan dan perbandingan. Demikian juga dengan mempelajari masalah iklim dan segala aspeknya dalam perancangan arsitektur.
Pada setiap rancangan minimal memenuhi kenyamanan perorangan, struktural, fungsional, serta selera (kenikmatan fisik). Iklim sangat mempengaruhi hal-hal tersebut, oleh karenanya setiap karya arsitektur harus dapat memanfaatkan sebesar-besarnya iklim yang ada pada lingkungan atau tempat karya arsitektur tersebut berdiri, dalam memenuhi tuntutan tersebut.
Iklim pada setiap tempat berbeda sesuai posisinya di muka bumi ini, meski misalnya secara makro sama tapi secara mikro dapat berbeda. Contohnya Surabaya dan Bandung, meski misalnya sama-sama pada daerah tropis namun mungkin angin, temperatur dan kelembabannya berbeda. Juga dengan adanya daerah yang berkontur, perbedaan kontur atau ketinggian dan kecuraman dapat mempengaruhi keadaan iklim suatu daerah.
Iklim makro dipengaruhi oleh lintasan matahari, posisi dan model geografis, yang mengakibatkan pengaruh pada cahaya matahari dan pembayangan serta hal-hal lain pada kawasan tersebut, misalnya radiasi panas, pengerakan udara, curah hujan, kelembaban udara, dan temperatur udara.
Bumi adalah planet yang paling nikmat atau paling cocok untuk digunakan sebagai tempat tinggal bagi kehidupan manusia dibandingkan dengan planet yang lain di tata surya kita. Ini merupakan karunia Tuhan yang harus kita manfaatkan dan kita jaga. Sejauh yang kita ketahui saat ini, matahari sebenarnya memancarkan cahaya yang sama ke segala penjuru namun kondisi permukaan Bumi yang membuat berbeda.
Pada 22 Desember sumbu rotasi Bumi miring terhadap garis revolusi, 23o 27’ LU - 23o 27’LS. Pada 21 Maret tepat di khatulistiwa, pada 22 Juni di LU 23o 27’, dan pada 23 September kembali di atas khatulistiwa, hal ini menimbulkan perubahan posisi matahari dalam menyinari permukaan Bumi.
Pada saat matahari pada posisi di utara garis khatulistiwa, maka tekanan udara pada daerah itu lebih kecil karena perbedaan intensitas cahaya matahari (partikel udara lebih renggang) maka terjadi arah angin dari (+) ke (-) (angin muson) seandainya bumi datar dan seandainya bumi tidak berputar. Tetapi karena Bumi berputar dari barat ke timur, maka terjadi perbelokan udara dari barat laut ke tenggara. Pada 22 Juni dari tenggara ke barat laut, namun karena perputaran Bumi (rotasi) maka arah angin akan lebih condong dari timur ke barat. Angin muson hanya terjadi pada bagian atmosfer terbawa (troposfer) di atas lapisan atmosfer ini angin balik arah.
Angin yang datang dari barat laut mengandung banyak uap air, yang membuat banyak terjadi kondensasi (pengembunan), hal ini yang menyebabkan pada sekitar Oktober hingga Maret di Indonesia sering terjadi hujan, yang kemudian disebut musim hujan, dan pada sekitar April hingga September angin mengalir dari tenggara ke barat daya, kandungan aliran angin ini cenderung kering, hingga di Indonesia pada masa ini adalah musim kemarau.
Di Indonesia yang merupakan wilayah kepulauan merupakan daerah yang termasuk mempunyai curah hujan tinggi. Di daerah benua atau daratan yang cukup luas, banyak terdapat gurun pasir karena di tempat itu jarang terjadi hujan, bahkan dapat dikatakan tidak terjadi sama sekali, karena angin yang melaluinya sangat kering, tidak mengandung uap air. Uap air yang terkandung di udara sudah habis dalam perjalanan menuju ke pedalaman benua itu, atau juga karena terhalang oleh daratan tinggi atau gunung, sehingga daerah itu menjadi sangat panas dan tidak ada filter pada tanah dari sengatan sinar matahari, yang mengakibatkan bebatuan hancur menjadi pasir. Suhu di padang pasir dapat mencapai 50o C hingga 60o C di siang hari, dan di malam hari dapat mencapai -1o C.
CIRI-CIRI IKLIM DI INDONESIA
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar