MERAWAT SPIRIT BELA TAUHID
Terharu.
Bangga. Sekaligus takjub. Tentu diliputi rasa syukur luar biasa kepada Allah
SWT. Menyaksikan Al-Liwa’ dan ar-Rayah berkibar dengan gagah pada
Acara “Reuni 212” Aksi Bela Tauhid. Berkibar tak hanya satu-dua. Namun, jutaan Al-Liwa’ dan ar-Rayah. Bendera Rasulullah saw. itu diusung dengan penuh semangat
dan kebanggaan oleh jutaan umat Islam yang berkumpul di Monas dan sekitarnya,
Ahad, 2 Desember 2018 lalu. Mereka berasal dari berbagai latar belakang suku, bahasa,
organisasi, kelompok dan mazhab. Mereka bukan hanya berasal dari Jakarta dan
sekitarnya. Namun, dari berbagai kota dan daerah. Bukan hanya dari Jawa. Namun,
banyak yang datang dari luar Jawa: Dari Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi hingga
Papua. Bahkan ada yang sengaja datang dari luar negeri seperti Malaysia,
Australia dan beberapa negeri lain. Aksi besar dan super damai itu pun diliput
oleh berbagai media di luar negeri.
Sebelumnya mungkin tak terbayangkan,
Al-Liwa’ dan ar-Rayah, yang di negeri ini senantiasa dengan konsisten diusung dan
disosialisasikan oleh HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) dalam berbagai aksinya,
bisa dikibarkan oleh oleh jutaan umat Islam sebagaimana saat ini. Padahal HTI
sendiri telah lama dipersekusi. Diintimidasi. Sekaligus dikriminalisasi.
Puncaknya HTI ‘dibunuh’ dengan dicabut status badan hukum perkumpulan (BHP)-nya.
Namun, rezim di negeri ini sejak awal salah menduga. “Nyawa” Hizbut Tahrir bukan
terletak pada BHP-nya. Namun, pada ideologinya. Itulah ideologi (mabda’) Islam yang senantiasa hidup di
dalam setiap dada para aktivisnya. Sekaligus berusaha dihidupkan dan disebarluaskan
di dada-dada setiap Muslim. Bukan hanya di Indonesia. Namun, di seluruh dunia.
Menyaksikan jutaan Al-Liwa’ dan ar-Rayah berkibar seolah membenarkan satu jargon: “Satu Dibakar,
Jutaan Berkibar!” Ya, aksi pengibaran jutaan Al-Liwa’ dan ar-Rayah di kawasan
Monas pekan lalu tidak lain merupakan reaksi langsung terhadap aksi pembakaran
Bendera Tauhid itu oleh oknum Banser di Garut beberapa waktu lalu.
Jelas, Aksi Bela Tauhid yang
dilakukan oleh jutaan umat Islam itu sangat fenomenal. Aksi besar tersebut sekaligus
membuktikan bahwa berbagai upaya dari rezim dan para pendukungnya untuk
mengalihkan isu dengan terus mempropagandakan bahwa yang dibakar adalah Bendera
HTI, bukan Bendera Tauhid, gagal total. Umat kini tak lagi bisa dibohongi.
Mereka sekarang tak lagi mudah ditipu. Mereka sudah cerdas. Mereka sudah mulai
sadar. Mereka kini paham bahwa Al-Liwa’
dan ar-Rayah adalah milik mereka.
Bukan semata-mata milik Hizbut Tahrir.
Misi Utama Islam
Ya, Al-Liwa’ dan ar-Rayah adalah Bendera Tauhid.
Bendera milik umat Islam. Tauhid itu
sendiri adalah inti semua risalah yang dibawa oleh para nabi dan para rasul ke
alam dunia. TawhîdulLâh adalah inti
agama yang mereka bawa. Allah SWT berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا
نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
Kami tidak mengutus seorang rasul
pun sebelum kamu melainkan Kami mewahyukan kepada dia bahwa tidak ada Tuhan
(yang haq) melainkan Aku. Karena itu sembahlah Aku oleh kalian (TQS
al-Anbiya’ [21]: 25).
Allah SWT juga berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا
اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Sungguh Kami telah mengutus rasul
kepada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah oleh kalian Allah
saja dan jauhilah thâghût-thâghût itu (TQS an-Nahl [16]: 36).
Alhasil, tauhid adalah inti agama
Islam. Tauhid sekaligus merupakan misi utama Islam. Misi Islam
ini mengandung makna bahwa manusia hanya layak menyembah dan mengabdi kepada
Allah SWT. Sebaliknya, mereka haram menyembah dan mempertuhankan sesama
manusia. Inilah juga yang antara lain ditegaskan oleh Rasulullah saw. di
hadapan penduduk Najran yang saat itu beragama Nasrani:
أَمَّا بَعْدُ: فَإِنِّي أَدْعُوْكُمْ إِلَى عِبَادَةِ اللهِ
مِنْ عِبَادَةِ الْعِبَادِ...
“Amma ba’du. Sungguh aku menyeru kalian
untuk hanya menghambakan diri kepada Allah dengan meninggalkan penghambaan
kepada sesama manusia….”
(Al-Baihaqi, Dalâ’il an-Nubuwwah, 5/485; Ibnu Katsir, As-Sîrah an-Nabawiiyah, 4/101).
Pernyataan Rasulullah saw. ini selalu
diulang-ulang oleh para panglima Muslim saat mereka menyeberaluaskan Islam
dengan dakwah dan jihad. Di antaranya oleh Rib’i bin Amir, salah seorang juru
runding dari pihak Islam saat Perang Qadisiyyah, di hadapan Rustum, salah
seorang panglima Persia saat itu. Saat itu Rustum bertanya, “Untuk apa kalian
(pasukan kaum Muslim, red.) datang
kemari?” Rib’i bin Amir menjawab:
اَللَّهُ جَاءَ بِنَا لِنُخْرِجَ مَنْ شَاءَ مِنْ عِبَادَةِ
الْعِبَادِ إِلَى عِبَادَةِ اللَّهِ، مِنْ جَوْرِ اْلأَدْيَانِ إِلَى عَدْلِ اْلإِسْلاَمْ...
“Allah
telah mambawa kami ke sini agar kami mengeluarkan orang-orang yang Dia kehendaki,
dari penyembahan kepada sesama manusia menuju penyembahan hanya kepada Allah; dari
kezaliman agama-agama yang ada menuju keadilan Islam…” (Ath-Thabari, Târîkh ath-Thabari, 4/106, Ibn al-Atsir,
Al-Kâmil fî at-Târîkh, 2/463).
Juru runding dari pihak kaum Muslim
sebelumnya, yakni Zahrah bin Haubah, juga tegas berkata kepada Rustum, “Islam
adalah agama yang haq (benar). Siapa
saja yang membenci Islam akan terhina dan siapa saja yang berpegang teguh pada
Islam akan mulia.” Lalu Rustum bertanya, “Agama macam apakah itu?” Zahrah bin
Haubah menjawab:
أَمَّا عُمُوْدُهُ الَّذِيْ لاَ يَصْلُحُ إِلاَّ بِهِ فَشَهَادَةُ
أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ...
Adapun pilar agama ini—yang tidak
mungkin baik kecuali dengan pilar itu—adalah kesaksian bahwa: Tidak ada tuhan
selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah…” (Ibn
al-Atsir, Al-Kâmil fî at-Târîkh,
1/413)
Konsekuensi
Tauhid
Tauhid (tawhîd) dalam bahasa Arab merupakan
bentuk mashdar dari fi’il (kata kerja) wahhada-yuwahhidu-tawhîd[an]. Artinya,
mengesakan sesuatu. Dengan demikian tawhîdulLâh
bermakna mengesakan Allah SWT. Tidak mengakui keberadaan tuhan selain Allah
SWT. Hanya menyembah Allah Yang Mahaesa.
Tauhid sejatinya melahirkan ketaatan
mutlak hanya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Ketaatan hanya kepada Allah SWT
tentu menafikan pihak lain untuk ditaati. Tauhid pun meniscayakan bahwa pembuat
hukum yang wajib ditaati hanyalah Allah SWT. Dialah sebaik-baik pembuat aturan
bagi manusia. Ketika seorang manusia tidak mau berhukum pada hukum Allah dan
Rasul-Nya, tentu tauhidnya ternoda. Allah SWT berfirman:
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ
فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ
وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Demi Tuhanmu, mereka (pada
hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim atas perkara yang
mereka perselisihkan, kemudian tidak ada keberatan di dalam hati mereka atas
putusan yang kamu berikan dan mereka menerima keputusan itu dengan sepenuhnya (TQS an-Nisa’ [4]: 65).
Selain itu Allah SWT juga mengecam
orang yang mengada-adakan hukum dengan menyatakan halal-haram untuk membatalkan
hukum Allah-Nya.
وَلَا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ
هَذَا حَلَالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ
يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ
Janganlah kalian mengatakan apa yang
disebut-sebut oleh lidah kalian secara dusta, "Ini halal dan ini
haram," untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sungguh
orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung (TQS an-Nahl [16]: 116).
Imam Ibnu Abi al-Izz al-Hanafi dalam
Syarh ‘Aqidah Thahawiyah (2/267)
mengatakan, “Sungguh jika seseorang
meyakini bahwa hukum yang Allah turunkan tidak wajib, bahwa boleh dipilih, atau
ia merendahkannya, padahal ia meyakini itu adalah hukum Allah, maka ini adalah
kekufuran yang besar.”
Ketaatan pada hukum Allah SWT adalah
refleksi tauhid seorang Muslim. Ia tidak akan menjadikan syariah Islam sebagai
perkara yang boleh dipilih sesuka hati. Ia memahami bahwa memilih hanya syariah
Islam adalah kewajiban. Ia pun akan menjauhkan diri dari sikap sombong dan
meremehkan hukum-hukum Allah SWT.
Merawat
Spirit Bela Tauhid
Akhirul kalam, tentu spirit atau
semangat bela tauhid harus terus dirawat. Agar selalu tumbuh dan terus
berkembang di tengah-tengah umat. Tak hanya muncul saat simbol-simbol Islam
dihinakan. Tak hanya hadir saat syiar-syiar Islam direndahkan. Tak hanya
mengemuka saat al-Quran dan kalimat tauhid dinistakan. Namun, yang jauh lebih
penting, adalah saat hukum-hukum Allah SWT atau syariah Islam dicampakkan,
sebagaimana yang terjadi saat ini. Karena itu spirit bela tauhid ini harus
mewujud dalam visi sekaligus misi hidup seluruh umat Islam.
Jika seluruh kaum Muslim memang mengklaim
bertauhid, maka tak ada hukum atau aturan yang wajib mereka laksanakan selain
aturan dan hukum Allah SWT atau syariah Islam. Jika
seluruh kaum Muslim mengaku membela kalimat tauhid, maka tak ada yang pantas
mereka lakukan selain berupaya sekuat tenaga untuk menegakkan aturan-aturan
Allah SWT atau syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Itu berarti, mereka wajib terlibat bersama-sama secara konsisten
menyerukan pentingnya penerapan syariah Islam secara total. Tak hanya dalam urusan
ibadah, namun juga dalam urusan ekonomi, pendidikan, politik, pemerintahan, hukum, peradilan, dsb.
Alhasil, mari kita siapkan Aksi Bela Tauhiud selanjutnya: mendorong dan
menuntut penguasa untuk segera menerapkan syariah Islam secara kâffah. []
Hikmah:
Rasulullah
saw. bersabda:
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوْا أَنْ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ...
“Aku diperintahkan untuk memerangi
manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak tuhan kecuali Allah dan
Muhammad adalah Rasulullah…”
(HR Muttafaq ‘alaih).
[SELENGKAPNYA] tentang Buletin KAFFAH semua edisi BISA dilihat DISINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar