“Kim… kau sudah membeli bubuk cabai?”
“Sudah.. lihat saja di kantong yang satunya…”
“oh iya Kim…”
“Ya?…”
“Kau tahu,,, siapa yang kutemui tadi siang?”
“Aku tau… Seoyun kan?”
“Ha? Bagaimana kau…”
“Aku ada di belakangmu… kau saja yang tidak melihatku…”
“kau mendengar pembicaraan kami kalau begitu caranya?”
“hmm tentu saja…”
“Yah… sepertinya aku tak bisa lari darimu ya Kim”
“hehehe… bukan kau yang tak bisa lari dariku, tapi aku… Jung.. terima kasih”
“Untuk apa?”
“Kau sudah menjelaskan ke Seoyun kalau aku adalah keajaiban cinta yang tak kau sadari… Bwahahaha”
“Kim!!!… jangan membuatku malu….”
“Assshh… lihat wajahmu memerah seperti itu… aku memang keajaiban cinta kan?”
“Belum bisa dikatakan keajaiban yang sempurna”
“Maksudnya?”
“Iya… kalau… kita menikah… itulah yang dinamakan keajaiban cinta, mengerti Kim?”
“ah.. terserah kau saja… hehehe”
“Kim.. tolong ayam ini kau potong jadi dua belahan”
“Baik Nyonya Jung!”
“Kim…”
“Ya…”
“Seoyun itu wanita yang manis ya… dia mau menyerahkan Shin lagi, kepadaku, karena ia tak mau menyakitiku…”
“Memang Seoyun wanita yang manis”
“Kalau aku Kim?”
“Kau itu wanita yang Sadis… bwaahahaha”
“KIM…!!!”
“tuh.. lihat saja dirimu… selalu berteriak kalau aku bercanda… bukankah itu sadis?”
“Sadis tapi manis kan Kim? Buktinya kau begitu mencintaiku?”
“Aku mencintaimu karna aku mencintaimu.. bukan karna kau manis atau tidak manis… jadi kalau kau tua nanti dan sudah tidak manis lagi… aku akan selalu mencintaimu”
“Kim…”
“Ya…”
“Bulan depan mereka menikah… apakah kau sudah tahu kabar itu?”
“Kemarin aku kerumah ibu… beliau mengatakan hal itu juga.. sepertinya begitu… mereka akan menikah bulan depan, memangnya kenapa Jung? Kau ingin menjadi pengiring pengantinnya?”
“Aku tidak mau meminta Seoyun untuk menjadikanku pengiring pengantinnya, biar dia saja yang memintaku”
“ya…”
“Kim… coba lihat ini… setelah bumbu-bumbu ini dipotong, campur jadi satu, lalu rendam dengan air, masukkan ayam yang kau potong tadi… nah.. langsung rebus.. sekarang.. kita tunggu hingga 30 menit”
“Jung… kau memang pintar memasak ya…”
“sudah kau catat semua Kim?”
“Sudah… tenang saja…”
“Kim… Mengapa kau selalu membuntutiku? Apakah kau tak percaya padaku”
“hmm.. bukan karena itu.. aku ingin selalu ada disisimu dimana saja kau berada, tapi aku tak ingin mengganggumu.. Jung.. apakah salah aku bersikap seperti itu?”
“tidak.. hanya saja.. kalau kau selalu seperti ini, aku menjadi serba salah kalau yang aku katakan padamu tidak sama seperti yang kulakukan”
“maka dari itu… diantara kita jangan pernah ada yang berbohong…”
“kalau kau dikantor apakah kau bisa mengikutiku”
“bagaimana bisa? Oh,,, bisa aku bisa mengikutimu…”
“bagaimana?”
“mudah saja.. hatiku sudah ada dihatimu mengawasimu setiap hari”
“hehehe…”
“Jung… apa yang membuatmu menjadi seperti ini?”
“seperti apa?”
“seperti sekarang… kau bercanda denganku.. kita berkencan.. kita di balkon yang sama, sedang membicarakan cinta, pernikahan, masa depan… apa yang membuatmu menerimaku seperti ini?”
“Kim.. semua yang kau lakukan yang membuatku melakukan semua ini..”
“Jung.. kalau kita menikah… kau ingin tinggal dimana? Di apartemen seperti ini? Di rumah milik kita sendiri? Atau di rumah ibu?”
“hmmm… aku ingin memiliki rumah sendiri, kita bisa bebas tinggal disana”
“Jung! Baiklah aku akan membelikan rumah untukmu… !!!”
“Horeee… aku ingin rumah di pulau Jeju”
“Ha?? Mahal sekali…”
“Pokoknya Pulau Jeju…”
“Asssh… kalau begitu tidak jadi… kita tinggal di apartement ini saja sampai tua…”
“Kim….”
“Iya.. disini saja sampai tua”
“KIMM!!!”
“^_^”
Apakah yang terjadi selanjutnya?
Karya - Kusuma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar