Ket: T : Therapis
K : Klien
1. Memberikan lembar persetujuan kepada klien untuk menjalani terapi
T : Cit, ini lembar persetujuan kita, kamu katanya dah setuju mau mengikuti program ini.
K : Iya … sih … Tapi … berat nggak ya ?
T : Rilex aja. Kalau kamu mau “sakitmu” sembuh, tentu saja butuh “pengorbanan”. Ok ?
K : (Setelah melihat lembar persetujuan). Ngapain pake kayak ginian barang ? Gak usah terlalu formil lah. Kan Cuma kamu mbe aku.
T : Eh … jangan salah. Ini juga berfungsi sebagai alarm yang dapat selalu mengingatkan kamu. Maksudku mengingatkanmu akan komitmenmu untuk berubah, alias sembuh dari “sakit”.
Gitu, non ! Ok ?
K : Mm … iya deh. Awas lho ! Jangan tunjukin sapa-sapa lho ya.
T : Iya, beres. (therapis membantu klien mengisi lembar persetujuan tersebut).
K : Lha … ini kok ada sanksi segala.
T : Iya donk. Supaya aku bisa menghukummu … He-he-he.
Nggak-nggak … ! …
K : (Memotong pembicaraan therapiest) Iya, ya, kalo nggak ada hukuman pasti nggak seru. Lagian aku pasti nggak termotivasi.
Iya deh … ! Ini, apalagi yang harus di isi ?
T : Ini, … ini … (dst g therapis membantu klien menyelesaikan lembar tersebut)
Lembar persetujuan dapat dilihat pada lampiran.
2. Menjelaskan kepada klien mengenai bulimia nervosa dan dampak yang ditimbulkannya
T : Udah selesai ?
K : Udah. Skarang kita ngapain ?
T : Skarang, aku jelasin ke kamu tentang “sakit-mu”.
K : iya, … yang kayak gini ini nih, gak normal ga ? Aku sampe dimarahin mama lho. Katanya : ice cream dimakan sampe habis, jangan dibuang-buang. Ha-ha-ha.
T : Makanya, sikap yang kayak gitu, harus diubah.
K : Iya, … apaan namanya kalo yang kayak gitu ?
T : Itu namanya bulimia nervosa. Bulimia nervosa itu …
K : (Memotong pembicaraan therapiest) Bu … li … mia Ner … apa gitu. Itu apa ?
T : Makanya, jangan motong dulu. Bulimia Nervosa itu merupakan salah satu jenis gangguan makan. Ciri utamanya adalah makan berlebihan. Istilahnya itu, binger eating. Setelah makan berlebihan biasanya langsung diikuti dengan usaha untuk mengeluarkan makanan yang telah dimakan dengan berbagai usaha untuk mengeluarkan makanan yang telah dimakan dengan berbagai cara.
K : Iya, aku kok gitu ya. Mesti-ne nggak mau lho kayak gitu. Cuman, … apa mungkin dah kebiasaan ya ? Bisa diilangin ?
T : Bisa.
K : Kalo misalnya kau nggak berhasil gimana ? Akibatnya apa ?
T : Kamu belum apa-apa kok udah pesimis ?! Opitimis donk.
Segala sesuatu itu kalo nggak didukung sama keyakinan diri dan motivasi yang kuat, ya pasti gagal. Makanya optimis. Ok ?
K : He-he. He-he (sambil mengangguk).
T : Tadi kamu sempat nanya, akibatnya apa ? Maksudmu, dampak yang ditimbulkan ?
K : (Mengangguk)
T : Kalo kamu terus ngelanjutin makan trus muntahin lagi, kamu bisa kena peradangan tenggorokan, pembengkakan kelenjar ludah, trus, bisa rusak lho gigimu.
K : Emang-e pake odol apaan. Gigi-ku kan sehat. He-he-he.
T : Kamu biasanya makan trus keluaran lagi kan ? Kadang kamu pake jari ato sendok. Gimana nggak rusak ?
K : (Sambil menggangguk). Betul juga ya ? Tapi aku skarang kelihatan abnormal ya ? Jujur lho, De !
T : Jujur. Nggak kok. Tapi apa artinya kalo kamu kelihatan baek-baek aja di depan orang lain tapi sebenarnya kamu nggak merasa gitu ? Mendingan kan keliatan apa adanya.
K : Masak aku harus keliatan abnormal ?
T : Bukan gitu ! Maksudku, kalo kamu berhasil, sembuh, kan udah baek, gak “sakit” lagi. Orang lain liat kamu ya sebagai orang yang nggak sakit, en kamu nggak merasa bersalah karena memang kamu nggak “sakit”.
Jadi, tampil apa adanya.
K : Kok tahu, kalo aku merasa bersalah ?
T : Kan, kamu dulu pernah cerita.
K : Oo … iya. Aku lupa, He-he-he. Trus, enaknya gimana nih.
Kita ngapain skarang ?
3. Menjelaskan fungsi self control kepada klien, apa yang akan dicapai dari pros yang akan terjadi
T : Skarang, aku nerangin ke kamu secara singkat tentang self control.
K : Mengendalikan diri sendiri ?
T : yo-i- ! Self control itu, merupakan suatu teknik yang dapat nyembuhin penyakitmu. Tingkah laku yang serik makan berlebihan trus dimuntahin, bisa berubah dan itu merupakan hasil dari kesadaran dan kemauan kuat kamu untuk mengendalikan perilaku-mu sendiri. Aku, hanya bantu dari belakang layar. (sambil tersenyum).
K : Oo … gitu.
T : Yup. Dan kalo program ini berhasil, kamu nggak perlu repot-repot beli obat pencahar, makan trus dimuntahin lagi.
K : Aku dah pernah coba sebelumnya, tapi rasanya nggak enak. Pengennya makan coklat, ice cream, ya … yang enak-enak gitu-lah. Tapi takut kalo badanku melar. Aku takut kalo jadi gendut trus nggak laku.
T : Mm … kalo memang kamu pengen makan coklat ataupun ice cream tapi takut gendut, jangan makan berlebihan, trus, imbangin pake olah raga. Biar sehat.
K : Tapi kalo dimuntahin lagi kan ngak masalah.
T : Masalah. Gigimu bisa rusak.
K : Kan kalo nggak kena sendok nggak rusak.
T : bukannya rusak karna sendok. Gigi rusak karna asam yang ada dimakanan yang kamu muntahin jadinya lapisan enamel gigi rusak. Selain gigi-mu rusak, kamu juga bisa kekurangan gizi, dehidrasi, ususmu bisa rusak karena obat pencahar. Kan nggak sebanding dengan apa yang kamu dapetin. Kalo cuman pengen bentuk tubuh nggak gemuk, bisa dengan olah raga.
K : Iya, … Hm … (sambil menarik napas). Ok. Aku harus berusaha bisa mengendalikan diriku. Kamu ngajarin aku caranya kan ?
T : Beres (sambil mengangkat jempol)
4. Bersama klien menspesifikasi problem
T : Skarang, mm … maksudku, kamu biasanya binger eating saat kapan aja?
K : Wow … biasanya kalo tugas menumpuk. Kalo tugas dah menumpuk, biasanya aku tuh stres. Pelariannya, ya makan. Karena takut gemuk, makanya dimuntahin.
T : Cuma pada saat stres karena tugas aja ?
K : Mm … mesti-ne sih … mm … dulunya gitu, tapi lama kelamaan jadi kebiasaannya. Soalnya aku pikir, toh makan enak tapi nggak gemuk. Kan bisa untung. Aku pernah coba berhenti karena menurutku nggak normal, tapi susah. Aku tahu sih, kalo gitu nggak baik, biar nggak gemuk. Tapi aku nggak tahu akibatnya bisa sampe kayak gitu.
T : pada waktu kamu makan, pa yang kamu pikirkan ?
K : Ya … aku pikir, enak makan banyak gak gemuk. Itu dulu.
Tapi setelah beberapa bulan, rasanya kok ganjil dan aneh. Skarang jadi nyesel deh.
T : Ya udah, nggak apa-apa. Yang penting kamu kan dah tahu kalo itu nggak baik. Kamu dah sadar dan mau berubah. Kan belum terlambat.
K : Iya, gak sampe sakit gigi, sakit usus, dan laen-laen.
g Menetapkan tujuan untuk menentukan arah dalam terapi serta mengetahui sejauh mana kemajuan yang telah dicapai dalam terapi.
T : Ok, tujuan jangka pendek tadi dah kamu tulis, skarang tujuan jangka panjang-nya apa ?
K : Mm … pokoknya aku pengen bisa ngatasi masalah emosi, aku bisa punya penyelesaian yang baik untuk masalah-ku, supaya nggak makan berlebihan (He-he-he). Pengen PADA, pengen ngilangin pola makan yang salah supaya sehat, persepsi eh … apa-lah namanya. Maksud-ku pandangan yang ideal tentang bentuk tubuh yang langsing, hilang (pandangan yang realistik tentang citra tubuh)
Trus, … mm … apa lagi ya … kayak-e … udah deh …
Mm … oh … ini, aku pengen merubah pandangan. Aku tuh selama ini berpikir tubuh, bentuk tubuh sebagai syarat seseorang diterima. Semoga bisa berubah. He-he-he. Eh … mandi yuk, dah jam brapa neh. Dilanjutin hari Jumat aja.
T : Ok, deh
(Tujuan dapat dilihat dilampiran)
5. Membuat komitmen untuk berubah
T : Ok, kita skarang buat komitmen untuk berubah. Pertama, buat daftar tentang keuntungan atas perubahan perilaku.
K : Untungnya ? Ya, aku bisa sehat, karena pola makan yang baik, gak kekurangan gizi, gak dehidrasi, gak sakit gigi, usus gak masalah. Ya … pokoknya sehat-sehat-lah.
T : Ok, skarang kamu mau siapa yang akan jadi partner kamu dalam hal ngingetin kamu tentang komitmenmu untuk berubah ?
Juga tujuan-tujuan yang udah kami sebutkan dan catat ?
K : Mm … sapa ya ? Kamu aja deh.
T : Nggak boleh. Aku nggak ketemu kamu tiap hari. Kalaupun ketemu, aku kan nggak tahu kamu di rumah ngapain aja. Mana bisa ngingetin kalo kayak gitu ?
K : Iya, ya … ! Siapa donk kalo kayak gitu. Ada usul ?
T : Kamu dekat dengan sapa dalam keluargamu ?
K : Cece. Tapi cece sibuk. Meme aja ya ? Tapi, aku rada sungkan kalo meme yang nasehatin aku.
T : Nggak pa-pa, ini kan untuk kebaikanmu. Lagian, meme-mu kan sayang mbe kamu, dia pasti pengen kamu sembuh.
K : Iya wis, meme ae.
T : Meme. Ok.
K : Skarang apa lagi ? Jadi semangat neh.
T : Skarang, … kita buat rencana untuk menanggulangi godaan yang muncul.
K : Kalo kau lagi pengen makan coklat ?
T : Makan aja, nggak papa. Jangan dimuntahin. Bukan berarti bisa makan sebanyak-banyaknya, tapi harus dikontrol. Memang pertama-pertama pasti kerasa berat. Tapi lama-kelamaan kamu pasti terbiasa. Lagian kamu dah berkomitmen, trus, ada meme tercinta yang siap membantumu.
K : Iya, kau kan harusnya bisa berpikir, maksud-e mengendalikan pikiranku untuk tidak makan coklat.
T : Targetmu juga harus jelas. Misalnya makan nasi satu piring aja, dengan ikan, sayur dan laen-laen.
K : Kalo misalnya tugasku menumpuk trus aku pengen makan banyak karena stres ?
T : Kamu pasti bisa kan, nyicil tugasmu. Pasti gak stres. Kalo dah stres dan kepengennya makan melulu, itu tergantung kesadaran kamu sendiri. Ini semua tentu aja butuh proses. Pasti butuh waktu dan tenaga untuk keberhasilan program ini.
K : Iya, aku tau sih.
T : Udah siap waktu dan tenaga kan (sambil tersenyum).
K : Udah kok, don’t worry.
6. Mencatat terjadinya binger eating-purging yaitu pada situasi seperti apa, kapan, dimana dan seberapa sering perilaku tersebut muncul.
T : Kamu juga harus mencatat tentang binger-eating-purging.
Ini lembarannya. Kalo misalnya kurang, kamu catat aja dulu di kertas laen. He-he-he.
K : Wah … gak bondo. Gak-gak. Aku yang mestine bondo yo ?
Tapi cukup-lah rasa-e. Banyak gini. Ne misal-e gak cukup ta-fotokopi nggak pa-pa ya ?
T : Nggak pa-pa. ini, kamu catat situasinya seperti apa, kapan, dimana, seberapa sering perilaku itu muncul. Ok ?
K : Ok ! Habis itu diapain. Ini dibawah ada frekuensi ?
T : Oh, … itu nanti buat ngitung frekuensinya. Kamu kan dah catat, setelah itu, kamu itung frekuensinya, trus kamu tulis disini. Gitu.
Mengerti ? He-he-he.
K : Mengerti, Bu ! He-He-he.
T : Oh iya, kamu jangan lupa minta meme-mu untuk memantau kamu.
Kalo misalnya kamu melanggar kesepakatan harus dihukum ya.
K : Yang hukum aku, siapa ?
T : Tergantung konfeksnya. Di lembar persetujuan kan udah ada.
K : Brarti, aku mesti minta meme ngawasi, nyatat ini, ini, trus ngitung ini. kalo berhasil, aku dapat hadiah apa ?
T : Surprise ! Liat aja nanti.
K : Trus, skarang apa lagi ?
T : Udah kok. Gitu aja dulu.
K : Programnya dah bisa jalan brarti.
T : Bisa (sambil tersenyum).
g Form dapat dilihat dilampiran
7. Penerapan program yang telah disusun dengan upaya untuk mencapai tujuan
Terapis menjelaskan kepada adik klien tentang perilaku klien dan meminta kerja sama serta dukungan darinya untuk keberhasilan program. Selain itu, terapis akan bertanya langsung kepada klien mengenai program yang dijalankannya dan bagaimana tahapan-tahapannya. Terapis berhubungan dengan klien dan adik klien lewat telpon dan bertemu langsung.
Terapis juga menjelaskan kepada adik klien mengenai reinforcement, yang mempertahankan perilaku yang tidak diinginkan agar dapat “dibuang” untuk keberhasilan program.
8. Mengadakan evaluasi dan membuat grafik
Terapis dan klien mengadakan evaluasi setiap 3 minggu, atas permintaan klien.
g Evaluasi dan grafik dapat dilihat di lampiran
9. Mencegah kambuh dan membuat berakhir
T : Cit, gimana ?
K : Apanya yang gimana ?
T : Programmu ?
K : Berhasil. Gak nyangka, Cuma 2 bulan lebih dikit udah berhasil.
Skarang aku dah senang sih, cuman masih takut-takut kalo kumat lagi.
T : Itu wajar kok. Asal kamu nggak menganggap kamu dah berhasil trus makan sepuasnya dan sebanyak-banyaknya, tergantung kemauanmu.
K : Nah, … itu yang aku takut. Takut kalo program kita ini gagal. Gimana ya, caranya supaya nggak kumat lagi ? tergantung aku ya ?
T : Mm … yo-i, itu semua tergantung kesadaran dan pengendalian diri kamu. juga apa yang ada dalam pikiranmu. Kalau pikiranmu nggak terganggu dengan makan berlebihan dan kamu tidak mengalami distorsi kognitif kayak dulu lagi, tentunya pasti berhasil.
K : Distorsi kognitif ? Apa itu ?
T : Ah sori-sori. Distorsi kognitif yang ta’ maksud tuh, penyimpangan dalam berpikir atau proses berpikir yang salah. Kamu dulu kan berpikir bahwa dengan makan banyak trus muntahin, kamu gak bakal gemuk dan bisa menikmati makanan enak. Skarang kan dah beda. Kamu bisa makan seperti biasa, tanpa dimuntahin dan nggak gemuk yang penting, biar sehat, tetap …
K+T: Olah raga (sambil tersenyum)
K : Skarang krasa lebih enteng badanku. Oh iya, tadi tuh aku mau tanya, bisa kumat gak ? Sebab-e apa ?
T : Kumat … mm … itu berarti kamu gagal. Program-mu gagal.
Penyebab gagal tuh ada … mm … brapa ya … Ada 3,
Yang pertama, penyebab kegagalan karena situasi, yang kedua, penyebab kegagalan karena spesifikasi respon dan yang ketiga kao nggak salah penyebab kegagalan karena akibat.
K : Kalo nggak salah, brarti betul. He-he-he. Apaan tuh, penyebab kegagalan karena respon, karena akibat dan sebagainya.
T : Wah, panjang. Katanya kamu dah mau pulang. Tahun depan aja ya, … ta’ kasih tahu.
K : Ya … nih anak. Kelamaan.
T : Tinggal 3 hari aja lho. Lama ? Yee …
K : Oh deh. Ntar, beli rok dulu baru pulang ya.
T : Ok.
g Tanggal 3 January 2004. terapis bertemu dengan klien dan menjelaskan mengenai mencegah kambuh dan membuat berakhir, sebagai berikut:
1. Causes of Relapse Situations (Penyebab kegagalan karena situasi)
· Avoidable setback situations (situasi penghalang yang dapat dihindari)
Makan berlebihan disebabkan karena stress. Untuk menghindari makan berlebihan, maka ketika stres, klien mendengarkan musik (karena klien senang mendengarkan musik).
· Unavoidable setback situations (situasi penghalang yang tidak dapat dihindari)
Ketika stres dan tidak ingin makan berlebihan, padahal terasa lapar, klien dapat makan teratur (frekuensi makan lebih sering, dengan jumlah makanan cukup) supaya tidak cepat lapar.
· Overreaction to occasional setback (sikap berlebihan ketika menghadapi penghalang pada masa tegang)
Setelah 3 minggu tidak makan berlebihan dan ketika tugas menumpuk, stres dan diajak teman pergi makan, maka episode binger eating-purging terulang kembali. Solusinya, makan teratur, jika mau pergi dengan teman harus menahan diri untuk makan berlebihan.
· Counterproductive self-talk (self-talk yang menghambat produktivitas program)
Jika klien berkata pada dirinya sendiri: “Stres saya akan berdampak lebih jika saya tidak makan dalam jumlah yang banyak. Saya akan kena migrain, pusing, sakit perut dan mual-mual, serta lain sebagainya”
Seharusnya: “Jika saya stres, akan mendengarkan musik. Saya tidak perlu makan secara berlebihan karena pola makan saya sudah teratur, saya tidak akan merasa lapar.”
2. Causes of Relapse in the Specification of the Response (Penyebab kegagalan karena spesifikasi respon)
· A fuzzy target behavior (target perilaku yang kabur)
Bulimia nervosa dapat hilang secara bertahap dan target yang akan dicapai harus spesifik, misalnya jika stres, hanya makan nasi setengah porsi dengan sayur serta ikan satu potong.
· A long-term target behavior (target perilaku dalam jangka waktu lama)
Untuk menghilangkan bulimia nervosa ini, membutuhkan waktu yang lama. Maka tujuan jangka pendek harus dijabarkan dengan yang lama. Maka tujuan jangka pendek harus dijabarkan dengan jelas dan realistik serta menggerakkan untuk mencapai tujuan jangka panjang. Misalnya, penyebab binger eating-purging adalah stres yang dikarenakan tugas yang menumpuk, maka strateginya adalah menyicil tugas supaya tidak stres sehingga tidak makan secara berlebihan; untuk pencapaian target jangka panjang.
· Trying too much too soon (mencoba terlalu banyak, terlalu terburu-buru)
Karena takut makan berlebihan. Ketika stress klien tidak makan pahadl merasa lapar dan butuh energi untuk fitness. Seharusnya, meningkatkan di salah satu area dulu (misalnya pola makan teratur) dari yang paling kecil yang kemungkinan berhasilnya lebih besar lalu pelan-pelan ditingkatkan.
3. Causes of Relapse in Consequences (penyebab kegagalan karena akibat)
· Failure to incorporate every day rewards into your program (kegagalan menggabungkan reward harian pada program yang dijalankan: self control)
Untuk menurunkan/menghilangkan episode binger-eating-purging dan supaya tugas selesai, maka setiap tugas selesai dikerjakan, diberikan reward. Sehingga lama kelamaan nilai menjadi bagus dan bulimia nervosa hilang. Setelah program berhasil, tidak mendapatkan apa-apa (reward). Solusinya, setelah program yang dijalankan berhasil, klien diberikan reward untuk menghindari kambuhnya episode binger eating-purging sebagai gejala munculnya bulimia nervosa.
· Consequences that are only cumulatively significant (akibat yang signifikan karena bersifat kumulatif)
Program sudah berhasil. Strategi self control yaitu dengan tetap menyicil tugas, supaya tidak stress. Pada waktu tugas hanya sedikit dan tidak langsung dikerjakan dan pada akhirnya menumpuk, maka akan menyebabkan stres dan “penyakit” akan kambuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar