Ibnu Abbas RA menceritakan:
"Nabi -Shollallahu 'alaihi wasallam- adalah orang yang paling lembut dalam kebaikan, apalagi di bulan Ramadhan ketika ditemui oleh Jibril. Jibril menemui beliau setiap malam Ramadhan dan mengajarkan Al-Qur'an bersamanya. Beliau –lah orang yang penuh kelembutan melebihi hembusan angin sepoi-sepoi". [HR. Al-Bukhoriy (1803)]
KISAH HIKMAH KELEMBUTAN NABI SAW
ROMANTIS TERHADAP ISTRI
Nabi SAW menggunakan panggilan kesayangan kepada Aisyah ra istrinya dengan "Ya Humaira" (Perempuan yang Manis). Aisyah suatu ketika ditanya, bagaimana perilaku Nabi, Aisyah hanya menjawab, "ah semua perilakunya indah." Ketika didesak lagi, Aisyah baru bercerita saat terindah baginya, sebagai seorang isteri. "Ketika aku sudah berada di tempat tidur dan kami sudah masuk dalam selimut, dan kulit kami sudah bersentuhan, suamiku berkata, 'Ya Aisyah, izinkan aku untuk menghadap Tuhanku terlebih dahulu.'" Apalagi yang dapat lebih membahagiakan seorang isteri, karena dalam sejumput episode tersebut terkumpul kasih sayang, kebersamaan, perhatian dan rasa hormat dari seorang suami, yang juga seorang utusan Allah.
Nabi Muhammad jugalah yang membikin khawatir hati Aisyah ketika menjelang subuh Aisyah tidak mendapati suaminya disampingnya. Aisyah keluar membuka pintu rumah. terkejut ia bukan kepalang, melihat suaminya tidur di depan pintu. Aisyah berkata, "Mengapa engkau tidur di sini?" Nabi Muhammmad menjawab, "Aku pulang sudah larut malam, aku khawatir mengganggu tidurmu sehingga aku tidak mengetuk pintu. itulah sebabnya aku tidur di depan pintu." Mari berkaca di diri kita masing-masing. Bagaimana perilaku kita terhadap isteri kita? Nabi mengingatkan, "berhati-hatilah kamu terhadap isterimu, karena sungguh kamu akan ditanya di hari akhir tentangnya." Para sahabat pada masa Nabi memperlakukan isteri mereka dengan hormat, mereka takut kalau wahyu turun dan mengecam mereka.
BERCENGKRAMA DENGAN ANAK CUCUNYA
Ya Rasulullah..engkaluah sebaik-baik penyayang..engkau yang hadirmu adalah rahmat bagi semesta alam…
"Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam."( Al Anbiyaa : 107 )
Engkau yang ketika menjadi immam dan mendengar tangisan bayi, mempercepat bacaan sholat karena tak ingin memberatkan ibu si bayi yang turut sholat. Engkaulah kakek yang ketika sedang sujud, Hasan menaiki punggungmu, kau panjangkan sujudmu karena tak ingin menggangu cucumu. Engkau yang paling penyayang pada keluarga…yang selalu tersenyum dan menggendong Hasan Husein serta mencium keduanya…yang setiap bertemu Fatimah Az Zahra kau selalu kecup kedua matanya.. yang membantu keluarga, menambal sepatu, menjahit baju , dan memerah susu demi tak mau merepotkan mereka .Engkaulah yang mulia, yang mendampingi seorang gadis kecil yang menggandeng tanganmu sampai keluar Madinah untuk membeli keperluan…kau tidak menolaknya..bahkan kau antarkan gadis kecil itu sampai kembalinya. Engkaulah yang menemani Umair bermain-main untuk menghapuskan kesedihan sang anak saat burung pipitnya – Nughair- mati. Engkaulah yang setiap pagi mendatangi , menghaluskan dan menyuapi makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang selalu menghinakanmu. Kau yang pada kambing yang akan disembelih pun perhatian…kau perintahkan agar menajamkan pisau dahulu setajam-tajamnya baru menidurkan binatang itu secara miring, dan melarang sebaliknya.
MAJELIS PENUH CINTA
Begitu mengesankan sikap penghormatan Nabi SAW kepada para sahabat yang lain, fragmen yang paling indah ketika salah seorang sahabat terlambat datang ke Majelis Nabi. Tempat sudah penuh sesak. Ia minta izin untuk mendapat tempat, namun sahabat yang lain tak ada yang mau memberinya tempat. Di tengah kebingungannya, Rasul memanggilnya. Rasul memintanya duduk di dekatnya. Tidak cukup dengan itu, Rasul pun melipat sorbannya lalu diberikan pada sahabat tersebut untuk dijadikan alas tempat duduk. Sahabat tersebut dengan berlinangan air mata, menerima sorban tersebut namun tidak menjadikannya alas duduk akan tetapi mencium sorban Nabi.
PUKULAN TONGKAT BALASAN
Dalam suatu kesempatan menjelang akhir hayatnya, Nabi berkata pada para sahabat, "Mungkin sebentar lagi Allah akan memanggilku, aku tak ingin di padang mahsyar nanti ada diantara kalian yang ingin menuntut balas karena perbuatanku pada kalian. Bila ada yang keberatan dengan perbuatanku pada kalian, ucapkanlah!" Sahabat yang lain terdiam, namun ada seorang sahabat yang tiba-tiba bangkit dan berkata, "Dahulu ketika engkau memeriksa barisa di saat ingin pergi perang, kau meluruskan posisi aku dengan tongkatmu. Aku tak tahu apakah engkau sengaja atau tidak, tapi aku ingin menuntut qishash hari ini." Para sahabat lain terpana, tidak menyangka ada yang berani berkata seperti itu. Kabarnya Umar langsung berdiri dan siap "membereskan" orang itu. Nabi melarangnya. Nabi pun menyuruh Bilal mengambil tongkat ke rumah Nabi. Siti Aisyah yang berada di rumah Nabi keheranan ketika Nabi meminta tongkat. Setelah Bilal menjelaskan peristiwa yang terjadi, Aisyah pun semakin heran, mengapa ada sahabat yang berani berbuat senekad itu setelah semua yang Rasul berikan pada mereka.
Rasul memberikan tongkat tersebut pada sahabat itu seraya menyingkapkan bajunya, sehingga terlihatlah perut Nabi. Nabi berkata, "lakukanlah!" Detik-detik berikutnya menjadi sangat menegangkan. Tetapi terjadi suatu keanehan. Sahabat tersebut malah menciumi perut Nabi dan memeluk Nabi seraya menangis, "Sungguh maksud tujuanku hanyalah untuk memelukmu dan merasakan kulitku bersentuhan dengan tubuhmu!. Aku ikhlas atas semua perilakumu wahai Rasulullah." Seketika itu juga terdengar ucapan, "Allahu Akbar" berkali-kali. sahabat tersebut tahu, bahwa permintaan Nabi itu tidak mungkin diucapkan kalau Nabi tidak merasa bahwa ajalnya semakin dekat. Sahabat itu tahu bahwa saat perpisahan semakin dekat, ia ingin memeluk Nabi sebelum Allah memanggil Nabi.
YAHUDI PUN MERASAKAN KELEMBUTANNYA
Setiap kali Rosulullah hendak kepasar Ukaz selalu melewati satu gang kecil yang merupakan jalan tembus terdekat ke pasar tersebut. Namun di kiri-kanan gang tersebut banyak dihuni rumah petakan kaum yahudi. Mereka sering mencemooh, memaki, meledek, bahkan ada seorang yahudi kasar sering melempar Rosulullah SAW dengan kotoran.
Hampir setiap kali Rosul ke pasar, sapaan kasar, hinaan, dan lemparan kotoran mendarat di telinga dan wajah serta badannya. Namun karena mental seorang utusan Tuhan, maka sikap sabar dan senyum selalu menghiasai wajahnya.Anehnya, justru sikap anaknya Fatimah az Zahra, para sahabat seperti Abu Bakar dan Umar sangat prihatin dan emosional atas perlakuan Yahudi terhadap Rosulullah. Bahkan malaikat yang ditakdirkan tanpa emosipun ikut panas melihat perlakuan pemuda bergelar Al Amin tersebut.
"Engkau kan Rosulullah, mengapa tidak marah dan membalas lemparan kotoran dan makian Yahudi itu?" demikian celoteh Fatimah as. Apa jawab Rosul: "Innahum ma laa ya'lamuun" (Sesungguhnya mereka tak tahu apa yang mereka kerjakan).
Sikap serupa disampaikan Abu Bakar Shiddiq, "Wahai Rosul, kalau Engkau berkenan, aku akan membalas sikap kasar mereka kepada Engkau." Jawab Rosul pun sama: "Innahum ma laa ya'lamuun".
Tak ketinggalan Umar bin Khattab yang mantan preman pasar Ukaz lebih tegas menyatakan: "Wahai
Rosulullah, jika Engkau mengizinkan akan aku tebas batang leher yahudi brengsek yang sering melempari kotoran terhadap-Mu!" Rosul pun konsisten dengan jawabannya: "Innahum ma laa ya'lamuun".
Pernah suatu ketika Rosulullah SAW membersihkan kotoran bekas lemparan si Yahudi usil di bawah pohon dekat sebuah bukit, datang malaikat dengan wajah sedih bercampur geram. "Wahai Rosul, aku tak tega melihat perlakuan mereka terhadap Engkau. Jikalau Engkau berkenan akan aku balikkan bukit ini dan aku tumpahkan di atas kediaman mereka. Atau aku akan cabut nyawa mereka dengan cara yang paling menyakitkan," demikian pinta Izrail.
Tapi, itulah dia Muhammad SAW. Dengan kecerdasan emosional yang optimum tetap mengatakan "Innahum ma lla ya'lamuun".
Suatu hari Rosul kembali melewati gang yang sama menuju pasar Ukaz. Tapi hari itu Rosul tidak mendapati lemparan kotoran dan makian si yahudi yang sengit itu. Lalu Rosul bertanya kepada para tetangga Yahudi itu," Kemana saudaraku yang rajin menegurkan (baca: melempar kotoran) kala aku lewat di gang ini?"
Tetangga itu berkata: "Dia sedang sakit di ruang atas, badannya panas dan menggigil, dia seperti hendakberpulang karena sakitnya parah!" Lantas Rosul pun beranjak ke atas menemui Yahudi usil tersebut, ketika dihampiri Rosul si Yahudi ketakutan bukan main dan dengan tubuh gemetar dan keringat menjagung dia memohon: "Jangan, jangan kau sakiti aku, aku minta maaf atas keburukan perilakuku. Tapi bila Engkau hendak membalas dendam, aku akan pasrah menerimanya."
Rosul pun tersenyum dan mendekati si Yahudi sambil mengambil segelas air zam-zam, lalu air itu dibacakan doa untuk si Yahudi. "Minumlah ini air, Insya Allah kamu akan sembuh," ujar Rosulullah.
Kontan saja, setelah air diminum tubuh si Yahudi tampak lebih bugar dan sehat. "Kalau boleh aku mintamaaf sekali lagi, tapi siapakah Anda hai Bapak?" Rosul pun menjawab: "Sayalah Muhammad, Rosul Allah yang ditugaskan untuk memperbaiki akhlaq!" Sejak saat itu si Yahudi bertobat dan memeluk agama yang diajarkan Rosulullah. "Subhanallah, begitu agung akhlaq-Mu Ya Rosul," ujar Abu Bakar.
Di lain waktu, Rosulullah selalu memiliki kebiasaan jika hendak bepergian ke luar kota. Dia membawa empat bungkus gandum matang (menyerupai roti) untuk bekal perjalanan, dan membawa empat bungkus uang dirham untuk diinfaqkan kepada fakir miskin. Di perbatasan kota ada seorang pengemis Yahudi tua, renta dan buta, yang selalu nyeracau dan memburuk-burukkan Muhammad SAW.
"Muhammad brengsek, Muhammad manusia kasar, Muhammad penipu, penyihir, gila. Muhammad akan kubunuh kau," demikian dia memaki Rosul.
Tapi setiap kali dicaci maki dan diumpat akan dibunuh, Rosul bukannya marah, malah sebaliknya tersenyum sambil mendekati sang Yahudi tua. Dikeluarkannya sebungkus gandum matang itu, lalu dihaluskan dan secara perlahan disuapkan gandum itu kemulut sang bapak tua. Tentu saja ceracau dan makian si kakek terhenti karena harus makan gandum yang sudah lembut, walau tak berucap terima kasih.
Kebiasaan itu hampir rutin dilakukan Rosulullah ketika hendak pergi ke luar kota, dan kebiasaan memaki dan nyeracau itu pula yang sering dilakukan si kakek tua.
Suatu hari, saat Rosul telah wafat dan khalifah Umar bin Khattab memimpin jazirah Arab, bertanyalah Umar kepada Fatimah az Zahra, anak Rosulullah. "Wahai Fatimah, amalan apa yang belum aku lakukan dari akhlaq mulia yang dilakukan Rosulullah?" Fatimah pun menjelaskan kebiasaan Rosul ketika hendak pergi ke luar kota selalu memberi suapan terhadap kakek Yahudi yang memakinya.
Maka pergilah Umar ke luar kota, betul saja, di perbatasan ada seorang kakek tua sedang nyeracau danterus memaki Rosulullah. Karena kesal, gandum matang yang dibawanya langsung disumpalkan ke mulut sang kakek Yahudi, maka diamlah si kakek sambil menghabiskan gandum tersebut.
Setelah kenyang mengunyah sumpalan gandum matang itu, si kakek bertanya:"Rasanya anda bukan orang yang biasa menyapa saya dengan gandum halusnya, Anda siapa dan kemana orang yang selalu menyapa aku dengan kasih sayang itu?"
Umar dengan tegas berteriak: "Aku adalah khalifah Umar bin Khattab, dan orang yang selalu menyuapi kamu dengan lembut itu adalah orang yang setiap hari kamu maki-maki!". Terkesiap si kakek Yahudi sambil matanya berlinang dan diam beribu basa sekitar 30 menit, maka pada menit berikutnya dia menangis sejadi-jadinya dan menyesali perbuatannya.
"Ya khalifah, ampuni aku dan aku akan memeluk agama yang diajarkan Rosulmu," akhirnya si Yahudi tua pun tersungkur bersimpuh, menangisi kekasarannya terhadap Rosulullah.
Nabi Muhammad ketika saat haji Wada', di padang Arafah yang terik, dalam keadaan sakit, masih menyempatkan diri berpidato. Di akhir pidatonya itu Nabi dengan dibalut sorban dan tubuh yang menggigil berkata, "Nanti di hari pembalasan, kalian akan ditanya oleh Allah apa yang telah aku, sebagai Nabi, perbuat pada kalian. Jika kalian ditanya nanti, apa jawaban kalian?" Para sahabat terdiam dan mulai banyak yang meneteskan air mata. Nabi melanjutkan, "Bukankah telah kujalani hari-hari bersama kalian dengan lapar, bukankah telah kutaruh beberapa batu diperutku karena menahan lapar bersama kalian, bukankah aku telah bersabar menghadapi kejahilan kalian, bukankah telah ku sampaikan pada kalian wahyu dari Allah...?" Untuk semua pertanyaan itu, para sahabat menjawab, "benar ya Rasul!"
Rasul pun mendongakkan kepalanya ke atas, dan berkata, "Ya Allah saksikanlah...Ya Allah saksikanlah...Ya Allah saksikanlah!". Nabi meminta kesaksian Allah bahwa Nabi telah menjalankan tugasnya. Di pengajian ini saya pun meminta Allah menyaksikan bahwa kita mencintai Rasulullah."Ya Allah saksikanlah betapa kami mencintai Rasul-Mu, betapa kami sangat ingin bertemu dengan kekasih-Mu, betapa kami sangat ingin meniru semua perilakunya yang indah; semua budi pekertinya yang agung, betapa kami sangat ingin dibangkitkan nanti di padang Mahsyar bersama Nabiyullah Muhammad, betapa kami sangat ingin ditempatkan di dalam surga yang sama dengan surganya Nabi kami. Ya Allah saksikanlah... Ya Allah saksikanlah Ya Allah saksikanlah"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar