Namanya Afi Nihaya Faradisa. Bagi yg gampang terpengaruh, jangan ikuti pemikirannya sungguh berbahaya Berikut ini salah satu contoh tulisan Afi yg dibantah habis


Satu lagi anak muda yg terkena paham liberal dan sekuler, yg dijadikan panutan banyak orang. Namanya Afi Nihaya Faradisa.

Bagi yg gampang terpengaruh, jangan ikuti pemikirannya sungguh berbahaya

Berikut ini salah satu contoh tulisan Afi yg dibantah habis sama salah satu temen FB saya

Monggo disimak:

Merespon tulisan ANF

(yg ada Quote nya itu tulisan Afi, yg sesudah tanda === itu bantahannya)

Quote: "Kebetulan saya lahir di Indonesia dari pasangan muslim, maka saya beragama Islam. Seandainya saja saya lahir di Swedia atau Israel dari keluarga Kristen atau Yahudi, apakah ada jaminan bahwa hari ini saya memeluk Islam sebagai agama saya? Tidak."
==========>
Orang yang lahir dari keluarga Muslim juga tidak ada jaminan istiqamah sampai mati, banyak yang murtad karena berbagai sebab. Termasuk murtad tanpa sadar karena tidak bangga dengan agamanya sendiri, atau merasa malu/inferior atas ajaran Islam, bahkan bersikap sok kafir.

Quote: "Saya tidak bisa memilih dari mana saya akan lahir dan di mana saya akan tinggal setelah dilahirkan. Kewarganegaraan saya warisan, nama saya warisan, dan agama saya juga warisan."
==========>
Gembong Atheis, Richard Dawkins berkata: "Gen-gen memang membentuk kita, tapi tidak menentukan kita"

Pembentuk paling mendasar spesies manusia adalah gennya, hal-hal yang selain itu bisa diubah sesuka hatinya. Bahkan gen sebetulnya pun bisa berubah dengan adanya mutasi, sayangnya belum ada mutasi terkendali yang bisa memastikan sifat menguntungkan saja.

Jadi, kewarganegaraan bisa berubah dengan naturalisasi, misalnya Greg Nwokolo dan Christian Gonzales dahulu bukan WNI, tapi sekarang beliau berdua adalah WNI dan sudah bela timnas.

Sayangnya, meski Greg dan Gonzales tidak pernah korupsi, keduanya tidak mungkin jadi presiden. Pasalnya dalam pasal 6 UUD amandemen memberi syarat, Capres-Cawapres harus WNI sejak orok/bayi merah. Kasihan gak mereka?

Sedangkan nama pemberian orang tua itu bisa diubah, tinggal diurus di Catatan Sipil.

Adapun soal agama, sudah disebutkan bahwa selain banyak orang murtad, juga banyak yang menjadi mualaf. Setiap orang punya akal dan hawa nafsu, mau memilih mana. Ikut Islam sampai mati atau pilih kekafiran.

Yang bisanya cuma ngikut orang tuanya itu ya bayi, atau anak yang belum baligh. Apa kamu mau bilang bahwa semua orang masih seperti bocah?

Ajaran Islam tentang anak kecil pun sangat bijak, yaitu sesuai fitrahnya. Jadi, biarpun ada anak orang kafir (non-Muslim), lalu meninggal saat kecil, dia tetap bisa masuk surga.

Lain dengan yang sudah dewasa, lewat akal normal dan kesadarannya, maka semua perbuatannya harus dipertanggung jawabkan.

Quote: "Untungnya, saya belum pernah bersitegang dengan orang-orang yang memiliki warisan berbeda-beda karena saya tahu bahwa mereka juga tidak bisa memilih apa yang akan mereka terima sebagai warisan dari orangtua dan negara."
==========>
Kalau dengan orang yang lahir dari orang tua pengikut teroris IS*S (ideologi teroris) atau pemberontak separatis bagaimana? Pernah bersitegang gak nduk dengan mereka? Atau kamu tetap "merangkul" hangat mereka. Kan katanya tiap orang sekedar "terima warisan"?
#mikir

Quote: "Setelah beberapa menit kita lahir, lingkungan menentukan agama, ras, suku, dan kebangsaan kita. Setelah itu, kita membela sampai mati segala hal yang bahkan tidak pernah kita putuskan sendiri."
==========>
Konflik itu muncul bukan sebatas alasan SARA, tapi karena berbagai faktor yang tidak diketahui. Sebelum kamu lahir pun gen kamu berlomba dengan jutaan gen saudaramu (sel sperma). Akhirnya kamu menang dan mereka semua mati.

Dalam Islam yang ditekankan adalah sikap adil dan membela kebenaran dari berbagai kezhaliman. Karena di dunia ini tempatnya konflik. Sehingga perjuangan menegakkan keadilan adalah perjuangan seumur hidup. Inilah esensi Islam. Cuma orang bodoh yang bilang ini sebagai jalan salah.

Justru dalam Islam, mati membela hal-hal duniawi termasuk perkara ashobiyah, matinya mati jahiliyah.

Quote: "Sejak masih bayi saya didoktrin bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar. Saya mengasihani mereka yang bukan muslim, sebab mereka kafir dan matinya masuk neraka. Sejak masih bayi saya didoktrin bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar. Saya mengasihani mereka yang bukan muslim, sebab mereka kafir dan matinya masuk neraka. Ternyata, Teman saya yang Kristen juga punya anggapan yang sama terhadap agamanya. Mereka mengasihani orang yang tidak mengimani Yesus sebagai Tuhan, karena orang-orang ini akan masuk neraka, begitulah ajaran agama mereka berkata. Maka, Bayangkan jika kita tak henti menarik satu sama lainnya agar berpindah agama, bayangkan jika masing-masing umat agama tak henti saling beradu superioritas seperti itu, padahal tak akan ada titik temu."
==========>
Saya juga sering merenung mengapa non-Muslim masuk neraka. Jawabannya sederhana, karena mereka kufur terhadap ajaran Islam. Namun mereka memiliki kesempatan sampai ruhnya dicabut di batang leher untuk mengakui Allah.

Di lain sisi, yang Muslim pun punya peluang serupa untuk murtad karena godaan setan, pindah keyakinan atau hal-hal duniawi lain.

Agama itu ibarat sebuah kumpulan gagasan yang diyakini, sehingga pasti saling bersaing.

Ideologi-ideologi sekuler juga bersaing. Separatisme pun bersaing dengan negara. Kaum revolusionis terus bergerak menyiapkan apa yang mereka yakini ideal. Parpol bersaing cari muka merebut pemilih saat pemilu/pilkada, sampai bentrok dan ada yang mati.

Dan jangan lupakan tadi, jutaan gen saudaramu (dalam sel sperma) mati karena kalah bersaing.

Ingin meniadakan persaingan, berarti otomatis memunculkan konflik baru. Karena kamu harus memaksa mereka turut memimpikan utopiamu dengan membuang nilai aslinya.

Qoute: Jalaluddin Rumi mengatakan, "Kebenaran adalah selembar cermin di tangan Tuhan; jatuh dan pecah berkeping-keping. Setiap orang memungut kepingan itu, memperhatikannya, lalu berpikir telah memiliki kebenaran secara utuh."
==========>
Saya tidak tahu konteks kalimat yang dipotong ini. Apakah Rumi berbicara tentang khilafiyah di internal umat Islam dalam memahami Al-Qur'an dan Hadits (kebenaran dari Tuhan), atau untuk kasus universal (semua manusia dan ideologinya).

Jika konteks perkataan Rumi bermaksud pada khilafiyah internal Muslim. Maka kalimat itu tidak nyambung dengan penggiringan opini di tulisanmu nduk.

Lalu jika konteksnya ternyata kasus universal, maka kalimat Rumi tidak rasional. Ingat ya, di seluruh dunia ini banyak keyakinan, ideologi dan gaya hidup.

Ada yang menyembah pohon karena mengklaim tuhan "nongkrong" di situ. Ada yang Komunis, ada yang hedonis, ada yang boros merusak bumi, ada pelacur, pezinah, teroris dan lain-lain.

Apa mau kamu bilang mereka semua "mewarisi" pecahan kebenaran dari Tuhan?

Quote: "Salah satu karakteristik umat beragama memang saling mengklaim kebenaran agamanya. Mereka juga tidak butuh pembuktian, namanya saja "iman"..."
==========>
Kalau pembuktian fisika adanya Tuhan itu memang tak mungkin, karena fisika adalah ilmu untuk mengobservasi makhluk ciptaan Tuhan.

Tapi, penerapan agama sebagai ilmu ada di dunia nyata. Banyak sekali metode pembuktian dan teori untuk mendukung kebenaran sebuah agama. Misalnya ilmu Hadits dan ushul fiqh.

Hukum syariat juga membutuhkan penelitian di dunia nyata agar bisa mengatasi berbagai masalah sosial. Jadi ada ajaran dasar yang diimani, sementara penerapannya membutuhkan ilmu.

Kamu kira sains tidak diawali dari dogma mendasar yang jadi pijakannya?

Quote "Manusia memang berhak menyampaikan ayat-ayat Tuhan, tapi jangan sesekali mencoba jadi Tuhan. Usah melabeli orang masuk surga atau neraka sebab kita pun masih menghamba."
==========>

Kalau pernyataanmu itu dibalik gini gimana nduk:

"Manusia memang berhak menyampaikan hukum/UU negara, tapi jangan sesekali mencoba jadi negara. Usah melabeli orang penjahat, koruptor, separatis, pemberontak, teroris, anti kebhinekaan, intoleran sebab kita pun masih coba jadi WNI yang baik"

Jadinya ketahuan kan gimana ga rasionalnya pernyataan kayak gitu? Karena definisi kesalahan bisa mengacu ke hukum negara. Jika hukumnya jelas, maka boleh saja melabeli.

Adapun melabeli orang sebagai kafir (orang yang ingkar pada Islam) dan akan masuk ke neraka itu domain hukum Islam yang sudah jelas diturunkan dalam Qur'an dan Hadits. Yang tidak boleh adalah mengkafirkan seorang Muslim. Dan "memuslimkan" orang kafir.

Masak bukan Islam disuruh sholat dan puasa? Dikubur dikafani? Ada-ada Gajah....

Quote: "Latar belakang dari semua perselisihan adalah karena masing-masing warisan mengklaim, 'Golonganku adalah yang terbaik karena Tuhan sendiri yang mengatakannya'. Lantas, pertanyaan saya adalah kalau bukan Tuhan, siapa lagi yang menciptakan para Muslim, Yahudi, Nasrani, Buddha, Hindu, bahkan ateis dan memelihara mereka semua sampai hari ini?"
==========>
Ini bukti kalau kamu tidak paham penciptaan Tuhan. Yang diciptakan-Nya adalah semua hal.

Apa yang pasti terjadi (qadar) dan semua kemungkinan/cara yang bisa terjadi (qadha), telah ditentukan-Nya.

Inilah bijaknya Tuhan, tiap orang bisa memilih (karena semua kemungkinan sudah disiapkan), sehingga ia bertanggung jawab atas pilihannya.

Apa kamu mau bilang teroris IS*S, PKI, maling, koruptor, pemerkosa, begal, dkk itu ada karena "dipelihara" oleh Tuhan. Lalu Tuhan disalahkan?

Yang begitu adalah pemikiran kaum jabariyah.

Adanya agama-agama selain Islam itu ada di ranah kehidupan sosial dan jadi persaingan. Dalam kacamata Islam, mereka tetap salah. Tapi dalam ranah muamalah, kita harus berbuat adil pada mereka.

Quote: "Tidak ada yang meragukan kekuasaan Tuhan. Jika Dia mau, Dia bisa saja menjadikan kita semua sama. Serupa. Seagama. Sebangsa.
Tapi tidak, kan?"
==========>
Apa kamu mau bilang teroris IS*S, PKI, maling, koruptor, pemerkosa, begal, dkk itu ada karena "dipelihara" oleh Tuhan?

Bukan saya mau menyamakan kelompok-kelompok ini dengan agama, tapi ini kritikan atas pemahaman salahmu tentang penciptaan Tuhan.

Ada, dan tercipta, itu bukan berarti benar atau diridhoi oleh-Nya.

Quote: "Apakah jika suatu negara dihuni oleh rakyat dengan agama yang sama, hal itu akan menjamin kerukunan? Tidak!
Nyatanya, beberapa negara masih rusuh juga padahal agama rakyatnya sama.
==========>
Di Indonesia, sama-sama Pancasilais, sering rusuh ketika politik, pemilu dll. Apa kamu mau bilang Pancasila tidak bisa meredam konflik?

Sekali lagi jangan menyederhanakan konflik dengan mengkambing hitamkan agama. Penyebab konflik itu rumit, bisa rezim kejam, settingan, adu domba, rebutan perempuan, persaingan tanah subur, penjajahan, pendudukan, sengketa bisnis dll.

Quote: "Sebab, jangan heran ketika sentimen mayoritas vs. minoritas masih berkuasa, maka sisi kemanusiaan kita mendadak hilang entah kemana."
==========>
Sentimen mayoritas vs minoritas di Indonesia itu cuma pseudo konflik, yang dibuat oleh kelompok tertentu agar "menggambarkan dirinya terzhalimi".

Sikap yang benar adalah, agar mencegah konflik negara harus adil. Sehingga mayoritas diberi amanah untuk melindungi, sementara minoritas diberi amanah untuk menjaga rasa menghormati.

Quote: "Bayangkan juga seandainya masing-masing agama menuntut agar kitab sucinya digunakan sebagai dasar negara. Maka, tinggal tunggu saja kehancuran Indonesia kita."
==========>
Banyak yang menafsirkan sila-sila Pancasila itu sesuai dengan ajaran Islam, sampai dicocok-cocokkan dengan ayat Al-Qur'an, dan yang melakukannya termasuk sejumlah pejabat negara, apa mau kamu bilang mereka akan menghancurkan NKRI?

Saya sarankan kamu baca lagi sejarah pembentukan negara. Kelompok Islam sudah ngalah demi alasan "maslahat lebih besar".

Coba cari pendapat MUI tentang dasar negara, yaitu sebuah "perjanjian". Karena bersifat perjanjian, maka di konsepnya harus ada yang bisa diterima oleh orang Islam.

Kalau tafsiran perjanjiannya digeser-geser menjadi sekuler, alias tidak bisa diterima kelompok Islam, maka itulah si tukang perusak ketenangan.

Quote: "Karena itulah yang digunakan negara dalam mengambil kebijakan dalam bidang politik, hukum, atau kemanusiaan bukanlah Alquran, Injil, Tripitaka, Weda, atau kitab suci sebuah agama, melainkan Pancasila, Undang-Undang Dasar '45, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Dalam perspektif Pancasila, setiap pemeluk agama bebas meyakini dan menjalankan ajaran agamanya, tapi mereka tak berhak memaksakan sudut pandang dan ajaran agamanya untuk ditempatkan sebagai tolok ukur penilaian terhadap pemeluk agama lain. Hanya karena merasa paling benar, umat agama A tidak berhak mengintervensi kebijakan suatu negara yang terdiri dari bermacam keyakinan."
==========>
Boleh saja agama mengintervensi kebijakan negara, ini dijamin sejak NKRI berdiri. Misalnya menuntut membasmi kemaksiatan dan perzinahan, serta aturan ketertiban beribadah oleh negara.

Terlebih, hukum sipil yang dipakai masih berasal dari warisan penjajah Belanda. Dimana yang dianggap berzinah adalah perselingkuhan. Suka sama suka dianggap bukan perzinahan. Pelacur dan homo pun tidak ada hukumnya.

Dulu pornografi tidak melanggar hukum sebelum UU anti Pornografi.

Maka, aspirasi apapun itu hak setiap golongan, yang penting diperjuangkan secara fair.

Kalau umat Islam menuntut negara mengadopsi hukum pidana baru sesuai syariat, maka ini hak yang dilindungi secara demokratis. Seandainya nih, hukum qisas pembunuhan (yang terbukti adil) diadopsi dalam hukum pidana, lalu disetujui oleh non-Muslim setelah perdebatan sengit untuk diyakinkan. Kamu siapa melarang-larang?

Masak hukum warisan Belanda dianggap "menyatukan NKRI", lalu hukum Islam dari Allah langsung dituduh menghancurkan kedamaian?

#mikir

Quote: "Suatu hari di masa depan, kita akan menceritakan pada anak cucu kita betapa negara ini nyaris tercerai-berai bukan karena bom, senjata, peluru, atau rudal, tapi karena orang-orangnya saling mengunggulkan bahkan meributkan warisan masing-masing di media sosial."
==========>
Yang sangat mengancam negara ini adalah orang-orang sekuler yang berambisi menendang pengaruh agama dari negara. Membentur-benturkan mayoritas dengan minoritas. Melarang-larang aspirasi umat Islam dengan alasan "bahayakan keutuhan negara", padahal ini negara berdemokrasi.

"Ketika negara lain sudah pergi ke bulan atau merancang teknologi yang memajukan peradaban, kita masih sibuk meributkan soal warisan."
==========>
Memangnya manfaat apa setelah sampai ke Bulan? Ada gitu SDA yang bisa ditambang dari Bulan untuk mengganti biaya ekonomi yang habis dipakai untuk misi?

AS saja sudah enggan meluncurkan misi ke Bulan, malah lebih memilih misi perang ke Irak yang kaya minyak dan Afghanistan yang kaya tambang Lithium.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Wiremesh murah hubungi Afandi - 081233336118. - Ada juga besi beton murah.

Jasa Pembuatan Pagar, Kanopi (+Renovasi)
WA ke 081233336118